Senin, 02 November 2009

ARTI DAN TUJUAN DAKWAH


I.Arti Dakwah
Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata "Ilmu" dan kata "Islam", sehingga menjadi "Ilmu dakwah" dan Ilmu Islam" atau ad-dakwah al-Islamiyah
Ilmu dakwah adalah suatu ilmu yang berisi cara-cara dan tuntunan untuk menarik perhatian orang lain supaya menganut, mengikuti, menyetujui atau melaksanakan suatu ideologi, agama, pendapat atau pekerjaan tertentu. Orang yang menyampaikan dakwah disebut "Da'i" sedangkan yang menjadi obyek dakwah disebut "Mad'u". Setiap Muslim yang menjalankan fungsi dakwah Islam adalah”
Fiqhud-dakwah Ilmu yang memahami aspek hukum dan tatacara yang berkaitan dengan dakwah, sehingga para muballigh bukan saja paham tentang kebenaran Islam akan tetapi mereka juga didukung oleh kemampuan yang baik dalam menyampaikan Risalah al Islamiyah.
II.Tujuan Utama Dakwah
Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah. Nabi Muhammad SAW mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. Dimulai dari istrinya, keluarganya, dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Nabi SAW adalah kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran) dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).
III.Macam-Macam Dakwah

1.Dakwah Fardiah
Dakwah Fardiah merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang lain (satu orang) atau kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas. Biasanya dakwah fardiah terjadi tanpa persiapan yang matang dan tersusun secara tertib. Termasuk kategori dakwah seperti ini adalah menasihati teman sekerja, teguran, anjuran memberi contoh. Termasuk dalam hal ini pada saat mengunjungi orang sakit, pada waktu ada acara tahniah (ucapan selamat), dan pada waktu upacara kelahiran (tasmiyah).
2.Dakwah Ammah
Dakwah Ammah merupakan jenis dakwah yang dilakukan oleh seseorang dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Media yang dipakai biasanya berbentuk khotbah (pidato). Dakwah Ammah ini kalau ditinjau dari segi subyeknya, ada yang dilakukan oleh perorangan dan ada yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang berkecimpung dalam soal-doal dakwah.
3.Dakwah bil-Lisan
Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah). dakwah jenis ini akan menjadi efektif bila: disampaikan berkaitan dengan hari ibadah seperti khutbah Jumat atau khutbah hari Raya, kajian yang disampaikan menyangkut ibadah praktis, konteks sajian terprogram, disampaikan dengan metode dialog dengan hadirin.
4.Dakwah bil-Haal
Dakwah bil al-Hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata. Hal ini dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-Mad'ulah) mengikuti jejak dan hal ikhwal si Da'i (juru dakwah). Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima dakwah. Pada saat pertama kali Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, beliau mencontohkan Dakwah bil-Haal ini dengan mendirikan Masjid Quba, dan mempersatukan kaum Anshor dan kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah Islamiyah.
5.Dakwah bit-Tadwin
tulisan) baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif. Keuntungan lain dari dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun sang dai, atau penulisnya sudah wafat. Menyangkut dakwah bit-Tadwim ini Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para syuhada".
6.Dakwah bil Hikmah
Dakwah bil Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif. Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta'ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:
a)adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur'an dan Injil
b)memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
c)ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
d)obyek kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
e)pengetahuan atau ma'rifat.

Menurut istilah Syar'i:
valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara' dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.
IV.Perbandingan Dakwah

Dakwah yang disampaikan oleh bapak sudarto dengan system dia adlah sangat bagus, memadiai, dan sesuai dengan rukun islam bahkan sudah sesuai dengan sasarannya, cara penyampaianyapun dengan sedehana tapi mudah dipahami dan dimengerti sehinggga bagi para kaum peserta pendengar dakwah bisa memehami apa yang disampaikan oleh pedakwahnya, bahkan saya sangat setuju dengan diadakannya dakwah dalam system perkuliahhan bagi fakultas hokum disamping itu dakwah bisa membantu para mahasiswa untuk melihat dan mencontoh cara berbibacara didepan orang banyak menyampaikan amanah islam, bila dibandingkan dakwah yang disampaikan didaerah saya Palembang kurang memadai bahkan jauh lebih baik dakwah yang disampaikan oleh pak sudarto, didaerah saya penyampain dakwahnya jarang sekali dan belum pasti 1bulan sekali, disamping kebanyakan mayoritas warga didaerah saya memeluk agama nasrani, banyak juga yang beraktivitas dan bekerja jadi hari libur yang biasa digunakan pak sudarto gunakan untuk menyampaikan dakwah kalau ditewmpat saya hari libur digunakan sepenuhnya digunakan untuk istirahat atau untk berpergian keluar berlibur atau berjalan-jalan. Jadi saya sangat mendukung dakwah yang disampaikan oleh pak sudarto dimasa era serba modern ini masih perlu adanya sebuah dakwah. Terimakasih pak sudarto atas ilmunya

ANALISIS KABINET INDONESIA BERSATU JILID-2 TERHADAP KABINET INDONESIA BERSATU JILID-1


ANALISIS KABINET INDONESIA BERSATU JILID-2 TERHADAP KABINET INDONESIA BERSATU JILID-1

Setelah pemilu presiden telah memunculkan nama SBY-Boediono sebagai pemenang, kedua pasangan calon lainnya tidak mempertahankan visi-misi yang mereka usung tetapi malah ikut kepada visi-misi presiden terpilih. Tentu hal tersebut sangat aneh, kalo begitu untuk apa mereka menghabiskan jutaan rupiah agar terpilih? Toh ujung-ujungnya ikut yang menang. Peran dan fungsi oposisi dalam pemerintahan kita bertujuan sebagai check and balance bagi pemerintahan yang ada. Tanpa adanya oposisi, lembaga eksekutif akan bertindak sesuai kemauannya saja tanpa ada yang melakukan kontrol. Tanpa adanya oposisi, demokrasi di negara ini berada di ujung tanduk.
Setelah diambil sumpah sebagai Presiden RI Periode 2009-2014, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan sambutan di hadapan seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan para undangan, termasuk beberapa kepala pemerintahan negara asing serta duta besar negara-negara sahabat. Dalam sambutan Presiden SBY menyatakan, tekad pemerintah barunya, antara lain, memprioritas pembangunan di sektor ekonomi, terutama meningkatkan kesejahteraan rakyat
Tanda-tanda menuju keotoriteran sudah ada. Dimulai dengan pelemahan dua lembaga yang penting. Pengaturan komposisi pimpinan lembaga legislatif dengan cara bagi-bagi jatah kursi. Pembagian kursi ini juga terjadi di kabinet yang terantumkan. Ini terlihat karena kebanyakan orang terpilih bukanlah di bidangnya. Penentuan pejabat di kabinet Indonesia Bersatu jilid ke-2 bukan ditentukan oleh kompetensi dan kapabilitasnya, melainkan agar mendapatkan legitimasi absolut yang tanpa cela.
Dengan ini, seolah semuanya bergabung kepada pemerintah sehingga bisa saja semua keputusan yang diambil pemerintah, baik itu pro rakyat mauput kontra, tidak akan ada yang melakukan protes.
Sungguh, cikal bakal otoriterisme itu sudah lahir. Hal ini merupakan bukti bahawa kabinet Indonesia Bersatu jilid ke-2 dipengaruhi oleh sifat keotoriteran. Dengan bukti cara penunjukan susunan cabinet ( mentri ) yang tak sesuai dengan kinerja dan kemampuan dalam bidang-bidangnya tersendiri. Disamping itu dengan adanya kabinet baru Indonesia Bersatu jilid ke-2 maka terlahir dan terciptanya suatu program baru dalam era kepemimpinan SBY-Buediono, hal inipun mempengaruhi kinerjanya yang sudah dibangun pada era kabinet Indonesia Bersatu jilid ke-1 karena harus berhenti seiring bubarnya kabinet Indonesia bersatu jilid ke-1, dan mau tak mau era kabinet Indonesia bersatu jilid-2 harus bekerja dengan program baru dan harus di mulai dari awal lagi dan nol lagi. Dengan begini seiring kepemimpinan baru dan program baru maka dapat tersimpulkan bahwa banyak berkas-berkas program yang tak terealisir dan terselesaikan sehinnga akan menghambat kemajuan Negara Indonesia dan kapan Indonesia akan bisa maju seperti Negara-negara lain kalau setiap 5 tahunnya pemerintah hanya bisa mengumpulkan berkas-berkas program kinerja yang tak terselesaikan bukan suatu bukti dan kemajuan Negara.

EKSISTENSI PEMIMPIN NEGARA DALAM ISLAM STUDI TENTANG KONSEPSI BAI’AT, PEMILIHAN, DAN PENGANGKATAN.

RESUM KULIAH UMUM

EKSISTENSI PEMIMPIN NEGARA DALAM ISLAM
STUDI TENTANG KONSEPSI BAI’AT, PEMILIHAN, DAN PENGANGKATAN.

Islam adalah agama tauhid, agama yang dilandasi oleh keterdudukan total, hanya kepada allah yang tunggal. Dan melalui prinsib diatas, masyarakat harus dibangun berdasarkan prinsip-prinsip yang sangat penting yaitu ; Pertama; kedaulatan milik Syara” ( bukan milik bersama )Kedua ; kekuasaan ditangan umat yang berarti umat melalui khalifah yang terpilih merupakan pelaksanaan hokum-hukum yang diturunkan alahKetiga; kewajiban untuk mengangkat khalifah yang terpilih bagi seluruh kaum muslim.
Dalam teori politik Islam, suksesi kepemimpinan negara (khalifah) yang lazim dikenal dengan konsep bai’at dilakukan setelah pemilihan umum yang bebas tanpa ada paksaan atau intimidasi. Muhammad al-Mubarrok menyatakan bahwa substansi dan entitas bai’at adalah janji dan sumpah antara dua belah pihak; pihak pertama,al-Amir (pemimpin) yang dicalonkan untuk memimpin negara. Pemimpin sendiri berbai’at kepada hukum Allah, Sunnah, dan nasihat orang-orang muslim. Sedangkan pihak lainnya adalah mayoritas pembai’at untuk ta’at, sepanjang ketentuan itu masih dalam koridor ketaatan kepada Allah dan Rosul-Nya.
Sistem Pemilihan Langsung.
Sa’id Hawa menyebutkan bahwa suksesnya kepemimpinan negara ada 3 (tiga) tahapan yang harus dilalui.
1.Pertama adlah tahap pencalonan pemimpin negara (khalifah). Dalam hal ini khalifah sebelumnya atau salah satu dari ahl al-Rayi’ mencalonkan seorang imam yang layak untuk menduduki jabatan pemimpin negara (khalifah);
2.kedua, tahap pemilihan dan penerimaan calon. Pada tahap ini jika calon yang diajukan lebih dari satu, maka anggota dari majelis syura memilih seorang saja dari mereka atau menyetujui saja pencalonan tersebut jika calonnya hanya satu.
3.Ketiga tahap pembai’atan, merupakan realisasi dari tahap pemilihan.

Sistem Penunjukan
Pengangkatan pemimpin negara melalui sistem ini dapat dilakukan dengan 2 cara :
1.Sistem istikhlaf, yaitu khalifah yang sedang berkuasa menunjuk calon pemimpin negara penggantiunya baik seorang maupun lebih.
2.Sistem wilayah al ‘ahdi, yaitu pemimpin negara menetapkan salah seorang di antara puteranya ataupun dari kalangan keluarganya yang lain untuk menjadi khalifah apabila ia wafat. Sistem ini dalam era sekarang lazim disebut dengan Sistem Putera Mahkota.

Di antara kedua sistem di atas, terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Karena jika pada sistem istikhlaf pencalonan seseorang yang telah ditunjuk oleh khaifah sebelumnya untuk menggantikannya dalam jabatan khalifah itu harus mendapat persetujuan dari majelis syura, maka dalam sistem wilayah al ‘ahdi adalah sebaliknya. Artinya, seseorang yang telah ditunjuk oleh khalifah harus harus diterima secara bulat-bulat oleh selurih rakyat, rakyat tidak boleh menolak keberadaannya sebagai khalifah yang baru, dan oleh karenenya sistem ini sangat bertentangan dengan syariat Islam.
Dalam teori plolitik sunni penggunaan sistem wilayah al ‘ahdi dalam pengankatan khalifah itu dibolehkan, tetapi dengan syarat segala prosedur pemilihan khalifah dipenuhi. Seiain itu penggunaan sistem ini hanya dibolehkan dalam keadaan tertentu, misalnya untuk menghindari fitnah di kalangan kaum muslimin. Hal inipun harus dilakukan dengan persetujuan dan musyawarah Ahl al-Halli wa al-‘Aqdi.

ETIKA PROFESI HUKUM BAGI PENEGAK HUKUM


I.PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Sistem Pemerintahan Republik Indonesia tidak terlepas dari pelaksanaan sistem-sistem di berbagai sektor lainnya yang mendukung roda pemerintahan, termasuk pula sistem hukum dan arah politik hukum dalam mencapai rencana dan tujuan bernegara. Memperhatikan UUD 1945 beserta ke-4 perubahannya dalam upaya mewujudkan masyarakat yang adil dan demokratis, pembangunan hukum memainkan peranan penting dalam menjamin dan melindungi kehidupan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Berbagai perubahan yang terjadi dalam ketatanegaraan Republik Indonesia dan perkembangan dunia global juga berpengaruh pada sistem hukum dan arah politik hukum Indonesia, perlu upaya pembenahan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Pembenahan terhadap sistem di berbagai sektor yang ada ditujukan bagi upaya perbaikan dengan tetap berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945. Arah politik hukum yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia terfokus pada profesionalisme para penegak hukum, ketaatan kode etik profesi hukum, rendahnya kualitas para penegak hukum, penyalah gunaan profesi dan upaya pemberantasan korupsi. Mengingat permasalahan diatas sangat merugikan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Penegakan hukum merupakan salah satu agenda reformasi yang sudah 10 tahun berjalan. Apakah penegakan hukum yang diharapkan oleh masyarakat itu telah tercapai? Untuk menjawab pertanyaan ini, masyarakat mungkin memiliki tanggapan yang beragam. Ada yang menjawab belum, lebih buruk, ada sedikit kemajuan, atau mungkin ada juga yang menilai sudah lebih baik. Masing-masing jawaban tersebut merupakan out put dari kinerja aparat penegak hukum yang langsung dirasakan oleh setiap anggota masyarakat dalam aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan hukum. Misalnya saat razia kendaraan, pembuatan SIM, pemeriksaan di Kepolisian, Kejaksaan, sidang pengadilan dan lain-lain. Artinya penilaian terhadap ada tidaknya reformasi hukum, salah satu indikatornya dapat dilihat dari penilaian setiap orang ketika ia terlibat aktivitas hukum yang tentunya melibatkan aparat penegak hukum. Apabila dalam aktivitas hukum tersebut justru keluar dari jalur hukum, seperti adanya suap menyuap, pungli, tebang pilih, atau KUHP yang dipelesetkan menjadi Kasih Uang Habis Perkara, dan lain-lain, maka tidak salah apabila penilaian negatif diberikan terhadap kinerja aparat penegakan hukum. Padahal yang melakukannya hanyalah oknum tertentu saja dari sekian banyak aparat penegak hukum, namun berakibat pada citra buruk aparat penegak hukum secara keseluruhan.
Pada beberapa kasus kejahatan, seperti illegal logging, peredaran narkoba, dan terakhir kasus perjudian, ada yang dilindungi, bahkan dimiliki langsung oleh oknum aparat penegak hukum. Kemudian adanya dugaan suap dari tersangka atau terdakwa, yang diterima atau malah diminta oknum penegak hukum agar perkaranya tidak diperiksa atau dapat segera ditutup. Dalam sidang ada sepatu terdakwa yang melayang ke meja Hakim atau Jaksa. Adanya pengerahan massa di pengadilan karena keputusan hakim yang dinilai tidak adil, dan terungkapnya komunikasi Artalyta dengan petinggi Kejaksaan Agung, bahkan juga diduga menyeret oknum hakim di Mahkamah Agung. Kesemunya itu merupakan indikasi adanya mafia peradilan dan semakin turunnya kualitas dalam upaya reformasi hukum.










II.RUMUSAN MASALAH

B.KAJIAN MASALAH
Dilihat dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang diungkapkan lebih lanjut dalam penulisan ini adalah bagaimanakah peranan pentingnya kode etik profesi hukum bagi para penegak hukum?
C.RUANG LINGKUP PENULISAN
Kajian penulisan makalah ini akan difokuskan pada pembahasan secara umum mengenai peranan pentinnya kode etik profesi hukum dalam mewujudkan sistem hukum dan arah politik hukum dalam mencapai rencana dan tujuan bernegara serta upaya mewujudkan masyarakat yang adil, makmur sejahtera, aman, tentram dan demokratis.













III.PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN
Profesi, per-definisi, adalah pekerjaan yang mutlak memenuhi minimal 3 (tiga) persyaratan. Pertama, dibutuhkan pendidikan atau pelatihan khusus untuk menjalankan pekerjaan tsb. Kedua, ada kode etik tertulis untuk menjalankan pekerjaan tsb. Ketiga, antara mereka dibentuk suatu komunitas dengan macam-macam nama: organisasi, persatuan, asosiasi, ikatan, himpunan dan lain sebagainya. Komunitas inilah yang menyusun kode etik, sekaligus berfungsi pokok untuk mengawasi pelaksanaannya serta menjatuhkan sanksi terhadap setiap anggota yang terbukti melakukan pelanggaran..
Beberapa pekerjaan yang diakui sebagai profesi hukum meliputi polisi, jaksa, hakim, advokad, notaris dan lain-lain, yang kesemuanya menjalankan aktivitas hukum dan menjadi objek yang dinilai oleh masyarakat tentang baik buruknya upaya penegakan hukum, walaupun faktor kesadaran hukum masyarakat sebenarnya juga sangat menentukan dalam upaya tersebut. Berikut ini beberapa kode etik profesi hukum, yang apabila dipatuhi dan ditegakkan dapat menjadi upaya preventif keterlibatan aparat penegak hukum dalam kasus kejahatan dan lingkaran mafia peradilan
Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh sekelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata masyarakat. Pelanggaran kode etik profesi adalah penyelewengan / penyimpangan terhadap norma yang ditetapkan dan diterima oleh sekelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata masyarakat.
Manusia merupakan mahluk ciptaan tuhan yang paling sempurna bahkan manusia dibekali sikap mengenai pengetahuan dan perilaku mana yang baik dan mana yang jahat dari hukum kodrat, yang dapat digali melalui akal budi, dalam kerangka teori hukum kodrat, orang bijaksana akan hidup dengan baik. Sikap demikianlah yang paling membahagiakan yang dikehendaki Tuhan Sang Pencipta. Demikan juga dengan kondisi yang sebenarnya, pejabat maupun pemegang profesi hukum pada umumnya mengerti dengan baik norma hukum. Mereka sangat paham atas nilai yang harus dijunjung tinggi. Sayang, kemampuan mereka hanya terbatas pada taraf mengerti dan memahami, bukan pada implementasi suara hatinya yang mungkin sudah keliru dan tumpul. Tujuan etika hukum kodrat tidak lain adalah penyempurnaan diri manusia untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Rasionalisasinya adalah, hidup dengan tujuan etis seperti itu merupakan pilihan guna mengembangkan dan membahagiakan kehidupan bersama sebagai bangsa. Etika hukum seperti itu terbuka bagi siapa saja, melintasi suku, bangsa, agama, dan aliran ideologi. Sikap untuk mengembangkan potensi dan menyempurnakan diri secara utuh, Bahkan dalam kehidupan pribadi manusia didasari dengan beberapa kaedah agar bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, diantaranya kaedah kepercayaan atau keagamaan yaitu yang ditujukan kepada kehidupan beriman dan kewajiban yang ditujukan kejiwaan manusia kepada tuhan dan pada dirinya sendiri dalam ajaran ini memberi penjelasan bahwa tuhan selalu mengetahui segala tingkah laku manusia. Denagn begitu diharapkan manusia akan takut apabila melakukan kesalahan.

B.KETENTUAN KODE ETIK PROFESI HUKUM
Berkaca dari beberapa kasus hukum yang melibatkan oknum aparat penegak hukum, yang seyogyanya menegakkan hukum justru melanggar hukum, ada beberapa faktor yang mempengaruhi, mulai dari turunnya integritas moral, hilangnya independensi, adanya tuntutan ekonomi, minimnya penghasilan, lemahnya pengawasan, sampai dengan ketidakpatuhan terhadap kode etik profesi hukum yang mengikatnya.
Salah satu faktor penyebab adanya mafia peradilan adalah semakin hilang, bahkan tidak bermaknanya lagi sebuah kode etik profesi hukum, yang seharusnya menjadi pedoman dalam berprofesi yang menuntut adanya pertanggung jawaban moral kepada Tuhan, diri sendiri dan masyarakat. Bertenns menyatakan, kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu dimasyarakat. Apa fungsi kode etik profesi ? Sumaryono mengemukakan tiga fungsi, yaitu sebagai sarana kontrol sosial, sebagai pencegah campur tangan pihak lain, dan sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik. Berdasarkan pengertian dan fungsinya tersebut, jelas bahwa kode etik profesi merupakan suatu pedoman untuk menjalankan profesi dalam rangka menjaga mutu moral dari profesi itu sendiri, sekaligus untuk menjaga kualitas dan independensi serta pandangan masyarakat terhadap profesi tersebut, termasuk juga terhadap profesi hukum.
Dalam kode etik kepolisian, salah satunya disebutkan bahwa setiap anggota Polri harus ”menjauhkan diri dari perbuatan dan sikap tercela, serta mempelopori setiap tindakan mengatasi kesulitan masyarakat sekelilingnya”. Disamping itu, setiap insan Polri juga diharapkan ”mampu mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan penyalahgunaan wewenang”.
Sementara dalam korps Adhyaksa, diantaranya jaksa dilarang menerima atau meminta hadiah dan tidak boleh menggunakan jabatan dan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan pihak lain, termasuk dalam merekayasa fakta hukum dalam penanganan perkara. Dalam kode etik hakim juga diatur beberapa larangan, seperti dilarang melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan sedang ditangani. Kemudian dilarang juga untuk menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara.
Advokad merupakan profesi yang memberikan jasa hukum, baik di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan, yang kinerjanya juga mempengaruhi bagaimana kualitas penegakan hukum. Kode etik advokad, khususnya dalam hubungan dengan klien, diantaranya advokad/penasihat hukum tidak dibenarkan memberi keterangan yang dapat menyesatkan klien atau menjamin perkara kliennya akan menang. Begitu pula dengan Notaris, sebagai salah satu profesi hukum juga memiliki kode etik profesi dalam menjalankan profesinya, karena notaris juga ikut serta dalam pembangunan nasional, khususnya dibidang hukum. Dalam kode etiknya diatur bahwa notaris dalam menjalankan tugas jabatannya menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur, tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Apabila kita amati beberapa ketentuan dalam kode etik profesi hukum tersebut, kesemuanya mewajibkan agar setiap profesi hukum itu dijalankan sesuai dengan jalur hukum dan tidak ada penyalah gunaan wewenang. namun demikian, dalam prakteknya, kode etik profesi hukum yang mengandung pertanggung jawaban moral untuk menjaga martabat profesi, kini banyak dilanggar. oleh karena itu perlu ada reformasi internal aparat penegak hukum secara konsisten, profesional dan berkelanjutan berkaitan dengan penegakan etika profesi hukum.
C.PENYEBAB PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI HUKUM
Telah diterangkan diatas, salah satu faktor penyebab adanya mafia peradilan adalah semakin hilang, bahkan tidak bermaknanya lagi sebuah kode etik profesi hukum, yang seharusnya menjadi pedoman dalam berprofesi yang menuntut adanya pertanggung jawaban moral kepada Tuhan, diri sendiri dan masyarakat diantaranya;
1)Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dri masyarakat,
2)Organisasi profesi tidak di lengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan,
3)Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri,
4)Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya,
5)Tidak adanya kesadaran etis dan moralitas diantara para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya.

D.UPAYA YANG MUNGKIN DILAKUKAN
Adapun upaya yang diharapkan untuk menghindari pelanggaran kode etik:
1)Secara Umum
a)Meningkatkan professionalisme para penegak hukum, dengan melakukan pelatihan dan bimbingan berupa ;
a.Kursus
b.Latihan
c.Pendidikan sesuai jurusannya masing-masing.

b)Memberikan sanksi yang seberat-beratnya bagi yang melanggar,
a.Polisi – dikeluarkannya dari kesatuannya
b.Jaksa – member Reward
c.Advokat – dicabutnya izin praktek
d.Hakim – diskors atau diberhentikan dari jabatanya, dll
c)Merubah system pemerintahan melalui regenerasi instansi
d)Membuat undang-undang yang mengatur pelanggaran kode etik,
e)melakukan evaluasi ditiap tahapan pelaksanaan kinerja ditiap-tiap kelembagaan,
a.Audit Internal
Yaitu pemeriksaan keuangan, keorganisasian, kelembagaan, kepemimpinan.
b.Audit Eksternal
Yaitu pemeriksaan kinerja para penegak hukm diluar instansi yang mereka naungi, profesionaloisme kenerjanya, penerapan kode etik.
f)Membuat struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja,
g)Menyediakan garis batas tata nilai yang bisa dijadikan acuan para profesional untuk menyelesaikan dilematik etika yang dihadapi saat menjalankan fungsi pengembanan profesinya sehari-hari (pengawasan). Malalui laporan secara berkala baik secara lesan dan tulisan.
2)Sesuai tujuan dibentuknya Kode Etika
a)Menjaga dan meningkatkan kualitas moral;
b)Menjaga dan mengingkatkan kualitas keterampilan teknis; dan
c)Melindungi kesejahteraan materiil dari para pengemban profesi.
3)Sesuai dengan tujuan didirikannya Fakultas Hukum
Yaitu dengan melakukan peningkatan pendidikan dan sumber daya Insani;
a)Meningkatkan dan menanamkan Ahlak Mulia dan bertanggung jawab menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran agama Islam,
b)Meningkatkan dan menanamkan sifat profesionalisme dibidang ilmu hukum dengan semangat pengabdian dan pelayanan berdasarkan moral,
c) Meningkatkan dan menanamkan sifat kreatif, inovatif, dalam didunia kerja serta relevan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
4)Contoh
Salah satu contohnya adalah bahwa pengadilan saat ini tidak lagi berperan sebagai ruang “sakral” di mana keadilan dan kebenaran diperjuangkan, tapi telah berubah menjadi pasar yang menjadi mekanisme penawaran dan permintaan sebagai dasar putusannya. Sedangkan persoalan dan perkara hukum menjadi komoditinya dan keadilan masyarakat serta martabat kemanusiaan menjadi taruhan utamanya.
Dalam perspektif semacam itu, tiga kondisi hukum di ataslah yakni; Mempersiapkan, Menyesuaikan, Menanggulangi, yang pada gilirannya kembali mencuat ke permukaan menjadi perdebatan dan diskusi mengenai kebutuhan akan etika, standar dan tanggung jawab sebagai nilai-nilai pokok yang akan mendukung dan menjamin keberlanjutan terselenggaranya proses pencarian keadilan yang sehat.
Faktor lain yang ikut menuntut mencuatnya debat tersebut berada di sisi masyarakat yang dari waktu ke waktu semakin tergantung kepada keahlian dan keterampilan dari sekelompok orang yang disebut kaum profesional. Kondisi ketergantungan tersebut pada akhirnya menempatkan etika profesi sebagai salah satu sarana kontrol masyarakat terhadap profesi, yang dalam hal tertentu masih dapat dinilai melalui parameter etika umum yang ada di dalam masyarakat.

E.SANKSI
Disetiap provesi hukum memiliki sanksi sesuai yang diatur dalam UUD 1945, KUHP, KUHPer, KUHAP, KUHAPer disamping itu setiap provesi hukum memiliki undang-undang sendiri-sendiri jadi setiap provesi hukum memiliki sanksi-sanksi sendiri pula sesuai yang diatur dalam undang-undang yang membawahinya, begitu pula provesi advokat juga tidak memiliki kode etik yang benar-benar mengikat bahkan sanksi tersebut hanya berupa teguran, peringatan, peringatan keras, pemberhentian sementara untuk waktu tertentu, pemberhentian selamanya dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi. Masing-masing sanksi ditentukan oleh berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh penegak hukum dan sifat pengulangan pelanggarannya yang sesuai dengan subtansinya masing-masing.

IV.KESIMPULAN
Berkaca dari beberapa kasus hukum yang melibatkan oknum aparat penegak hukum, yang seyogyanya menegakkan hukum justru melanggar hukum, ada beberapa faktor yang mempengaruhi, mulai dari turunnya integritas moral, hilangnya independensi, adanya tuntutan ekonomi, minimnya penghasilan, lemahnya pengawasan, sampai dengan ketidak patuhan terhadap kode etik profesi hukum yang mengikatnya. Namun, bila dilihat dari sudut pandang lain, kelemahan substansi kode etik bukan berasal dari tidak adanya sanksi lebih pada ketidak mampuan norma-norma dalam kode etik tersebut untuk menimbulkan kepatuhan pada penegak hukum dan subtansinya. Bahkan dalam kode etik sebenarnya ada bagian khusus yang memuat pengaturan mengenai sanksi-sanksi yang dapat diberikan kepada penegak hukum yang melanggar kode etik, yaitu antara lain berupa teguran, peringatan, peringatan keras, pemberhentian sementara untuk waktu tertentu, pemberhentian selamanya dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi. Masing-masing sanksi ditentukan oleh berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh para penegak hukum dan sifat pengulangan pelanggarannya.
Tentunya sebagian kecil pelanggar etika moral profesi ada di semua bidang, termasuk dokter, guru, atau dosen sehingga hal itu tidak cukup mewakili profesi-profesi itu secara keseluruhan. untuk itu, kritik terhadap para penegak hukum hendaknya disampaikan tidak dengan cara melakukan main hakim sendiri tanpa dasar yang jelas, melainkan dengan cara dan norma yang santun dan mendidik, dengan demikian yang seharusnya dianalisis adalah apakah muatan dalam kode etik para penegak hukum yang ada sekarang ini memang tidak menyediakan secara memadai kebutuhan akan nilai-nilai profesi yang mampu memantapkan fungsi dan peran penegak hukum di dalam sistem hukum dan interaksinya dengan masyarakat. Faktor lain yang menentukan efektivitas penegakan hukum dan kode etik adalah budaya penegak hukum dalam memandang dan menyikapi kode etik yang diberlakukan terhadapnya. Budaya solidaritas kelompok disinyalir merupakan salah satu penghambat utama dari tidak berhasilnya kode etik ditegakkan secara efektif. Solidaritas itu sendiri bermakna luas sebagai semangat untuk membela kelompok atau korpsnya. Selain semangat membela kelompok, ada faktor perilaku penegak hukum yang dipandang lebih menonjol ketika ia menemukan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh teman sejawatnya atau oleh aparat penegak hukum lainnya, yakni budaya skeptic (acuh tak acuh). Kecenderungan untuk berperilaku tidak acuh tampak jelas. Hal ini disebabkan karena berkembangnya ketidak percayaan terhadap sistem peradilan yang sudah sangat korup dan rasa segan untuk bertindak secara individual dalam tekanan suatu komunitas yang justru seringkali bergantung pada rusaknya sistem peradilan itu sendiri. akibatnya para penegak hukum cenderung untuk berpraktek di luar pengadilan, luar subtansinya dan/atau membentuk kelompoknya sendiri.
Maka diperlukannya suatu aturan yang mengatur secara tegas dan suatu tindakan secara nyata dan tidak tebang pilih. Begitu juga diperlukannya pembentukan generasi penerus dengan pemahaman mengenai kode etik profesi hukum dan pentingnya kode etik profesi hukum, dengan begitu baru bisa terciptanya penegak hukum yang sesuai dengan kode etik provesi hukum dan visi misi dibentuknya suatu sekolah bebasis hukum.
















DAFTAR PUSTAKA

Wibe-side
1)http://www.berpolitik.com/static/myposting/2008/07/myposting_14157.html
2)http://jodisantoso.blogspot.com/2007/03/penyalahgunaan-wewenang dalam.html
3)http://anggara.org/2006/06/14/dimensi-moral-profesi-advokat-dan-pekerja-bantuan-hukum/
4)http://lppm.ugm.ac.id/repo/Panduan-Penulisan-Proposal-S3.pdf
5)http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/20080525011125Mulyadi%20Lubis05914005.pdf
6)http://books.google.co.id/books?id=Z4FE49Z_jIC&pg=PA77&lpg=PA77&dq=profesi+hukum+menjadi+bisnis+hukum&source=bl&ots=7FjLwqYP99&sig=TdkoMja8VM1yWmDy0ppSi_e2nhg&hl=id&ei=eun7SYXWKMyAkQXX5PXxBA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=5
Buku
1)Sudikno. 2003. Mengenal hukum suatu pengantar; liberty Yogyakarta
2)Pedoman akademik Universitas Ahmad Dahlan 2008 / 2009

PENGERTIAN DAN FUNGSI HUKUM ACARA PERDATA

I.PENGERTIAN DAN FUNGSI HUKUM ACARA PERDATA

A.Pengertian dan Fungsi Hukum Acara Perdata

a.Hukum Acara Perdata adalah Peraturan Hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan perantaraan hakim(Mertokusumo,1998:2)
b.Hukum Acara Perdata adalah seperangkat norma hukum yang mengatur bagaimana caranya menegakkan hukum perdata material,khususnya dalam hal terjadi pelanggaran hak atas subyek hukum tertentu oleh subyek hukum yang lain melalui perantaraan hakim untuk mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri
c.Hukum Acara Perdata secara kongkrit hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,memeriksa dan memutusnya serta pelaksanaan daripada putusannya (Mertokusumo,1998:2)
B.Sumber-sumber Hukum Acara Perdata
a.Sumber Hukum material yaitu sumber hukum dalam arti bahan diciptakannya atau disusun suatu norma hukum.
b.Sumber Hukum Formal yaitu sumber hukum dalam arti dapat ditemukannya atau dapat digalinya satu norma hukum sebagai satu dasar yuridis suatu peristiwa hukum atau suatu hubungan hukum tertentu.
a)Sumber Hukum Material
1)Sumber dalam arti sumber filosofis;
2)Sumber dalam arti sumber sosiologis;
3)Sumber dalam arti sumber historis;
4)Sumber dalam arti sumber yuridis.
b)Sumber Hukum Formal
1)Sumber Hukum Tertulis
1.HIR (S. 1884 no.16, S. 1941 no.44), RBg (S. 1927 no.227), RV (S. 1847 no.52, 1849 no. 63)
2.BW buku IV, WvK dan Peraturan Kepailitan
3.UU no. 1 Tahun 1974 (LN 1) tentang perkawinan
4.Undang-undang No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
5.Undang-undang No.5 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
6.Undang-undang No.8 Tahun 2004 Perubahan atas undang-undang No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
7.Undang-undang No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat
8.UU no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Hingkungan Hidup
9.UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
10.Undang-undang Khusus lainnya dan peraturan-peraturan pelaksana lainnya dalam bidang peradilan
2)Sumber Hukum Tidak Tertulis
1.Yurisprudensi
2.Doktrin dan ilmu Pengetahuan
3.Kebiasaan “Wirjono Prodhodikoro” (Mertokusumo;1998;9)
4.Perjanjian Internasional

1)Hukum acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 2.Pengertian.
2)Hukum acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 7-9. Sumber-sumber hukum.








II.ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
Asas hukum (rechtsbeginsel) adalah pokok pikiran yang bersifat umum yang menjadi latar belakang dari peraturan hukum yang konkret (hukum positif). Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H. mengatakan asas hukum adalah jiwanya peraturan hukum, karena ia merupakan dasar lahirnya peraturan hukum,ialah ratio legisnya peraturan
A.Hakim Bersifat Menunggu
a.Asas ini berarti bahwa inisiatif berperkara di pengadilan ada pada pihak-pihak yang berkepentingan dan bukan dilakukan oleh hakim (inde ne proeedat ex officio). Hakim hanya besikap menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya. Akan adanya proses atau tidak, ada tuntutan hak atau tidak diserahkan sepenuhnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Kalau sudah ada tuntutan yang menyelenggarakan proses adalah Negara.
b.Hal ini karena hukum acara perdata hanya mengatur cara-cara bagaimana para pihak mempertahankan kepentingan pribadinya. Seorang hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan kepadanya, dengan alasan bahwa hukum tidak atau kurang jelas (Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004). Dalam hal ini hakim dianggap tahu akan hukumnya (ius curia novit). Apabila hukum tertulis tidak ditemukan, maka hakim wajib menggali, mengikiti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 28 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004)

B.Hakim Bersikap Pasif
a.Maksud hakim bersikap pasif adalah hakim tidak menentukan ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepadanya,tapi yang menentukan adalah para pihak sendiri. Hakim tidak boleh menambah atau menguranginya. Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal 5 ayat (2) UU No. 5 tahun 2004).
b.Hakim harus mengadili seluruh bagian gugatan, tetapi hakim dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang dituntut (Pasal 178 ayat 2,3 HIR/189 ayat 2, dan 3 Rbg).
c.Namun bukan berarti hakim tidak berbuat apa-apa. Selaku pimpinan sidang hakim harus aktif memimpin jalannya persidangan sehingga berjalan lancar. Hakimlah yang menentukan pemanggilan, menetapkan hari persidangan serta memerintahkan supaya alat bukti yang diperlukan disampaikan dalam persidangan. Hakim juga berwenang memberikan nasihat, mengupayakan perdamaian, menunjukkan upaya-upaya hukum dan memberikan keterangan kepada pihak-pihak yang berperkara (Pasal 132 HIR/156 Rbg). Karena itu sering dikatakan dalam sistem HIR adalah hakim aktif, sedangkan dalam sistem Rv
d.hakim pasif. Karena Rv mewajibkan para pihak mewakilkan kepada orang lain (procureur) dalam beracara dimuka pengadilan.

3)Hanout Suryadi
4)Hukum acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 10-11, Asas-asas hukum acara perdata
5)Hukum acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 12, hakim bersifat pasif






C.Sidang Pengadilan Terbuka untuk Umum
a.Sidang pemeriksaan Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang menentukan lain (Pasal 19 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004), sidang pengadilan dapat dihadiri, didengar dan dilihat oleh siapapun kecuali oleh orang-orang yang memang dilarang oleh undang-undang, tidak dipenuhinya asas ini berakibat putusan hakim menjadi batal demi hukum (Pasal 19 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004).
b.Dengan demikian berarti bahwa setiap orang boleh hadir, mendengar dan menyaksikan jalannya pemeriksaan perkara di pengadilan. Tujuan asas ini adalah untuk menjamin pelaksanaan peradilan yang adil, tidak memihak dan obyektif serta untuk malindungi hak asasi manusia dalam bidang peradila, sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Asas ini membuka ‘social control’ dari masyarakat, yakni dengan meletakkan peradilan dibawah pengawasan umum.
c.Persidangan dapat dilakukan secara tertutup seperti dalam kasus perceraian, perzinahan,perkara yang berkaitan dengan ketertiban umum dan rahasia negara serta pemeriksaan anak dibawah umur.
D.Mendengar Kedua Belah Pihak (audi et alteram partem)
a.Menurut hukum acara perdata, para pihak yang berperkara harus diperlakukan sama, adil dan tidak memihak untuk membela dan melindungi kepentingan yang bersangkutan.
b.Hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai sesuatu yang benar, tanpa mendengar atau memberi kesempatan pihak lain untuk menyampaikan pendapatnya. Demikian pula pengajuan alat bukti harus dilakukan dimuka siding yang dihadiri kadua belah pihak (Pasal 121, 132 HIR/ 145, 157 Rbg).
E.Putusan Hakim Harus Disertai Alasan (Motieviring Plicht)
Pasal 25 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 menegaskan bahwa semua putusan pengadilan harus disertai alasan-alasan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Asas ini dimaksudkan untuk menjaga supaya jangan sampai terjadi perbuatan sewenang-wenang dari hakim. Putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan (onvoeldoende gemotiverd) merupakan alasan untuk mengajukan kasasi dan putusan tersebut harus dibatalkan. Karena ada alasan-alasan inilah suatu putusan mempunyai wibawa, nilai ilmiah dan obyektif.
F.Beracara Dikenakan Biaya
a.Pada prinsipnya beracara perdata dimuka pengadilan dikenakan biaya (Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004). Biaya hanya bisa didaftarkan setelah dibayar panjar biaya perkara oleh yang berkepentingan.
b.Biaya perkara meliputi: biaya kapaniteraan, pemanggilan dan pemberitahuan kepada para pihak, biaya materai serta biaya untuk pengacara apabila menggunakannya.
c.Bagi orang yang tidak mampu,dapat mengajukan perkaranya secara cuma-Cuma (prodeo), dengan menyertakan surat keterangan tidak mampu yang dibuat Kepala Polisi atau Camat setempat, sehinnga biaya perkara akan ditanggung oleh Negara.

G.Tidak Ada Keharusan untuk Mewakilkan
a.Baik dalam HIR maupun dalam Rbg tidak ada keharusan kepada para pihak untuk mewakilkan pengurusan perkaranya kapada kuasa yang ahli hukum, sehingga pemeriksaan dipersidangan dilakukan secara langsung terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Tetapi para pihak juga dapat mewakilkan atau
b.menguasakan kepada orang lain untuk beracara dimuka pengadilan sebagai kuasa hukumnya (Pasal 123 HIR/147 Rbg).


6)Hanout Suryadi
7)Hukum acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 14-18, siding terbuka untuk umum. mendengar kedua belah pihak, putusan harus disertai alas an-alasan, beracara dikenakan beaya, tidak ada keharusan mewakilkan

H.Peradilan Dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (pasal 4 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004)
a.Maksudnya adalah hakim harus selalu insyaf karena sumpah jabatannya, ia tidak hanya bertanggung jawab kepada hukum, diri sendiri dan kepada masyarakat, tetapi bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.Setiap putusan pengadilan harus mencantumkan klausa “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” agar putusan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk melaksanakan putusan secara paksa, apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela
I.Peradilan Dilakukan dengan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan (Pasal 4 ayat (2) UU No.4 tahun 2004)
a.Sederhana maksudnya acaranya jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Makin sedikit dan sederhana formalitas dalam beracara maka semakin baik. Sebaliknya terlalu banyak formalitas atau peraturan akan sulit dipahami dan akan menimbulkan beraneka ragam penafsiran sehingga kurang menjamin adanya kepastian hukum.
b.Cepat menunjuk jalannya peradilan yang cepat dan proses penyelesaiannya tidak berlarut-larut yang terkadang harus dilanjutkan oleh ahli warisnya.
c.Biaya ringan maksudnya biaya yang serendah mungkin sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat. Biaya perkara yang tinggi membuat orang enggan beracara di pengadilan

8)Hanout Suryadi
9)Hukum acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal
















III.KEKUASAAN KEHAKIMAN
A.Kekuasaan Kehakiman Yang Mandiri
a.mandiri dalam tugas yudisial
b.mandiri dalam bidang administrasi
c.mandiri dalam bidang organisasi
d.mandiri dalam bidang financial

B.Kekuasaan kehakiman Yang Merdeka
a.Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia ( Pasal 1 Undang-undang No.4 Tahun 2004 ) “
b.Kekuasaan kehakiman yang merdeka mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial,kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (Penjelasan Pasal 1 UU No.4 / 2004)
c.Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila,sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia (penjelasan Pasal 1 UU No.4 Tahun 2004 ) “ Bersiafat tidak Mutlak dan Dibatasi Oleh
a)Nilai-nilai Norma Hukum;
b)Nilai-nilai Keadilan;
c)Nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
d.Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang,kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 ( Pasal 4 ayat (3) UU No.4 Tahun 2004 )

Asas Obyektifitas
a. Asas ini terdapat dalam pasal 5 ayat (1) UU No.4 tahun 2004, yang menyebutkan: “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang.” Maksudnya hakim dalam menerima, mengadili dan memutuskan setiap perkara harus berlaku adil,obyektif dan tidak boleh memihak pada salah satu pihak. Kedua belah pihak harus diperlakukan sama.
b. Untuk menjamin asas ini, undang-undang menyediakan hak bagi pihak yang diadili yang dinamakan “hak ingkar (recusatie atau wraking).” Yaitu hak seorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya. yang terdapat dalam pasal 29 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004.
a) Dasar alasan hak ingkar:
Dasar pengajuan hak ingkar (pasal 29 ayat (3,4,5) UU No. 4 tahun 2004, pasal 374 ayat (1) HIR)
1)Apabila seorang hakim terikat hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau
semenda antara seorang hakim dan ketua, jaksa, penasehat hukum, atau panitera dalam suatu perkara tertentu atau hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan yang diadili.
2)Apabila perkara yang diperiksa oleh hakim atau panitera terkait dengan kepentingannya sendiri secara langsung maupun tidak langsung.
Sebaliknya berdasarkan alasan-alasan yang sama pula hakim wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara yang bersangkutan atas permintaan sendiri maupun atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan (pasal 29 ayat (3) UU No. 4 tahun 2004, 374 HIR, 702 ayat 2 Rbg: excusatie, verschoningsrecht).

Susunan Persidangan dalam Bentuk Majelis
a.Pasal 17 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 menyatakan bahwa: “Semua pengadilan memeriksa dan memutus dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim, kecuali apabila undang-undang menentukan lain.” Asas hakim majelis ini dimaksudkan untuk menjamin pemeriksaan yang seobyektif mungkin, guna memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam bidang perdilan.
b.Meskipun asasnya adalah hakim majelis, namun didalam praktiknya masih banyak perkara-perkara perdata, baik declaratoir maupun contradictoir dan juga perkara-perkara pidana baik summier maupun pidana biasa diperiksa dengan hakim tunggal yang sifatnya juga sah.

Pemeriksaan dalam Dua Tingkat
a.Pemeriksaan dalam dua tingkat, yaitu: peradilan dalam tingkat pertama (original yurisdiction) dan peradilan dalam tingkat banding (apellate jurisdiction).
b.Peradilan banding disebut peradilan tingkat kedua karena cara pemeriksaannya sama seperti pengadilan ditingkat pertama. Pemeriksaan tingkat banding merupakan pemeriksaan dalam tingkat kedua dan terakhir, karena banding merupakan pemeriksaan terakhir dari segi peristiwa maupun hukumnya yang mengulangi pemeriksaan secara keseluruhan.
c.Kasasi bukanlah pemeriksaan tingkat ketiga, karena kasasi hanya memeriksa perkara dari segi penerapan hukumnya saja dan tidak lagi memeriksa
d.tentang fakta atau peristiwanya. Karena alasan-alasan yang dipakai sebagai dasar dalam pengajuan kasasi, hanyalah didasarkan pada alasan-alasan hukumnya saja.
e.Yang Dicari Kebenaran Formil
Dalam perkara perdata yang ingin dicari hakim adalah kebenaran formil, yaitu kebenaran yang hanya didasarkan atas bukti-bukti yang secara yuridis formil dapat diajukan para pihak dalam sidang pengadilan. Hakim dalam perkara perdata sifatnya pasif, yaitu hanya sekedar menerima, meninjau, dan menilai bahan-bahan yang disampaikan oleh pihak-pihak yang berperkara dan kemudian mengambil keputusan atas dasar penilaian terhadap bahan-bahan yang diajukan itu. Jadi kebenaran yang diperoleh hanya didasarkan pada formalitas hukum semata.

C.Badan Peradilan Negara
Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan Undang-undang{ Pasal 3 ayat (1) UU No.4 / 2004}”
a.Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (Pasal 2 Jo Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU No 4 Tahun 2004) “
b.Organisasi,administrasi,dan financial
a)Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah agung (Pasal 13 ayat (1) UU No.4 Tahun 2004)
b)Mahkamah Konstitusi berada di bawah kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi ( Pasa 13 ayat (2) UU No.4 Tahun 2004)
c.Skema Kekuasaan Kehakiman

D.Lingkungan Peradilan
Pada umumnya dikenal pembagian peradilan yaitu
a.Peradilan umum
Adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya,baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana
b.Peradilan khusus
Adalah mengadili perkara atau golonagn tertentu
a)Pengadilan Khusus hanya dapat di bentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan Undang-undang (Pasal 15 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 )
b)Pengadilan khusus,antara lain,adalah pengadilan anak,pengadilan niaga,pengadilan hak asasi manusia,pengadilan tindak pidana korupsi,pengadilan hubungan industrial yang berada di lingkungan peradilan umum dan perdilan pajak di lingkungan peradilan tata usaha negara( penjelasan Pasal 15 ayat (1) UU No. 4 / 2004
c.Dalam pasal 10 UU No. 4 tahun 2004 menetukan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan khusus, yaitu terdiri dari
a)Peradilan umum
b)Peradilan agama
c)Peradilan militer
d)Peradilan tata usaha Negara
d.Disamping empat lingkungan peradilan yang diatur dalam UU no. 4 tahun 2004 masih dikenal peradilan lain yaitu:
a)Peradilan perburuhan dilaksanakan oeh P4D dan P4P. Dasar hukum UU no. 22 tahun 1957,
b)Peradilan perumahan dasar hukuna dimuat dalam PP no.49 tahun 1993 dan disempurnakan dengan PP no. 55 tahun 1981 diselenggarakan oleh Kantor Urusan Perumahan tentang sewa-menyewa,
c)Peradilan pelayaran diselengarakan oleh Mahkamah Pelayaran, adapun dasar hukumnya adalah S. 1914 no. 226 tentang Tubrukan Kapal di Perairan Pedalaman, S. 1934 no. 215 tentang Ordinasi Mahkamah Pelayaran
e.Peradilan syariah Islam
a)Peradilan syariah Islam di Propinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangnan peradilan agama dan merupakan penagdilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan pengadilan umum (Pasal 15 ayat (2) UU No.4 / 2004 )
b)Pengadilan syariah Islam
Terdiri atas Mahkamah Syariah untuk tingkat pertama dan Mahkamah syariah Propinsi untuk tingkat banding ( Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 ) “

E.Kompetensi Lembaga Peradilan
a.Kompetensi / kewenangan absulut
a)Adalah merupakan Kewenangan lembaga peradilan dalam menerima, memeriksa dan mengadili serta memutus suatu perkara tertentu berdasarkan atribusi kekuasaan kehakiman yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan peradilan lain,baik dalam lingkungan badan peradilan yang sama,maupun dalam lingkungan peradilan yang berbeda.
b)Kopetensi absulut terkait dengan pertanyaan peradilan apakah yang mempunyai kopetensi atau kewenangan untuk memeriksa suatu jenis perkara tertentu. Apakah peradilan umum,peradilan agama,atau peradilan lainnya
b.Kopetensi Absolut Lingkungan Peradilan Umum
a)Kompetensi Absolut Pengadilan Negeri
1)keperdataan pada tingkat pertama ( Pasal 50 UU No.2 /1986 Jo UU No. 8 /2004)
2)Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama ( Pasal 50 UU No.2 /1986 Jo UU No.8 /2004 )
3)Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus pada tingkat pertama perkara koneksitas.
4)Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus semua perkara atau sengketa
5)Perkara Koneksitas
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer,diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum,kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer “ ( Pasal 24 UU No. 4 / 2004
b)Kompetensi Absulut Pengadilan Tinggi
1)Menerima,memeriksa,mengadili dan memutuskan perkara/sengketa perdata pada tingkat banding atas putusan pengadilan tingkat pertama ( Pasal 51 ayat (1) UU No.2 /1986 Jo UU No 8 /2004 )
2)Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus perkara pidana pada tingkat banding atas putusan pengadilan tingkat pertama ( Pasal 51 ayat (1) UU No. 2 /1986 Jo UU No.8 /2004 )
3)Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus ditingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan negeri di daerah hukumnya(menyangkut kopetensi relatif Pasal 51 Ayat (2) UU No.2 / 1986 Jo UU No.8 /2004 )
4)Menerima,memeriksa dan mengadili serta memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara /sengketa perdata secara prorogasi (Pasal 3 ayat (1),(2) UU Dar. 1 /1951 ,Pasal 128 (2) RO dan Pasal 85 RBg
c)Kompetensi Absulut Mahkamah Agung
1)mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkubngan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung (Pasal 11 ayat (2) huruf a UU No.4 /2004)
2)menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang ( Pasal 11 ayat ( 2) huruf b UU No. 4 / 2004 )
3)memeriksa,mengadili dan memutus sengketa wewenang mengadili : a. antara pengadilan di lingkungan peradilan yang satu dengan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang lain, b. antara dua pengadilan yang ada dalam derah hukum pengadilan tingkat banding yang berlainan dari lingkungan peradilan yang sama dan c. antara dua pengadilan tingkat banding di lingkungan peradilan yang sama atau antara lingkungan peradilan yang berlainan ( Pasal 33 ayat (1) UU No. 14 / 1985 )
4)Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang RI diputus oleh MA dalam tingkat pertama dan terakhir ( Pasal 33 ayat (2) UU No. 14 / 1985
5)Permohonan peninjauan kembali atas putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap ( Pasal 34 UU No.14 / 1985 ).
d)Kopetensi absulut Mahkamah Konstitusi
Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (Pasal 12 ayat (1) UU No.4 /2004 )
1)menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
2)memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ;
3)memutus pembubaran partai politik;
4)memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
5)Wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan /atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela,dan /atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan /atau wakil Presiden Pasal 12 ayat ( 2 ) UU No. 4 / 2004
e)Kompetensi Relatif
Adalah kewenangan lembaga peradilan dalam menerima, memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara tertentu berdasarkan wilayah hukum suatu pengadilan berdasar distribusi kekuasaan kehakiman. Kompetensi relative menyangkut pertanyaan ke pengadilan negeri manakah suatu perkara harus diajukan ?
Kompetensi Relative Ditemukan Pengaturannya dalam Pasal 118 HIR atau Pasal 142 RBg
1)Sebagai asas ditentukan bahwa Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat yang wenang untuk memeriksa gugatan atau tuntutan hak,asas ini disebut asas actor sequitur forum rei ( Pasal 118 ayat (1) HIR,142 ayat (1) RBg )
2)Apabila tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal atau tempat tinggalnya yang nyata tidak dikenal atau tergugat tidak dikenal,maka gugatan diajukan kepada pengadilan negeri di tempat tergugat sebenarnya tinggal (Pasal 118 ayat (1) HIR,142 ayat (1) RBg)
3)Dalam hal ada domisili pilihan maka gugatan di ajukan kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal atau domisili pilihan tersebut ( Pasal 118 ayat (4) HIR,142 ayat (4) RBg) domisili /tempat tinggal pilihan harus dibuat dengan akta oleh para pihak (Pasal 24 BW)
4)Dalam hal pihak tergugatnya lebih dari seorang dan tempat tinggalnya tidak dalam satu wilayah hukum pengadilan negeri ,maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan negeri di tempat salah satu tergugat bertempat tinggal. Penggugat dapat memilih salah satu pengadilan di wilayah hukum para tergugat bertempat tinggal (Pasal 118 ayat (2) HIR,Pasal 142 ayat (3) RBg )
5)Dalam hal tergugatnya terdiri orang-orang yang berhutang (debitur) dan penanggung,maka gugatan diajukan kepada pengadilan negeri yang meliputi wilayah hukum tempat tinggal si berhutang atau debitur (Pasal 118 ayat (2) HIR,142 ayat(2) RBg )
6)Dalam hal obyek gugatan adalah benda tetap maka gugatan diajukan ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi letak benda tetap tersebut -asas forum rei sitae ( Pasal 118 ayat (3) HIR,Pasal 142 ayat (5) RBg
7)Dalam hal tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal maupun tempat tinggal yang nyata atau apabila tergugat tidak dikenal,gugatan dapat diajukan kepada pengadilan negeri di tempat penggugat tinggal ( Pasal 118 ayat(3) HIR, 142 ayat (3) RBg) bentuk penyimpangan atas asas actor sequitur forum rei.
8)Terhadap kompetensi relatif apabila tidak ada eksepsi maka pengadilan tetap mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara yang telah diajukan oleh penggugat. Ketidak wenangan pengadilan dengan alasan melanggar kompetensi relatif harus berdasarkan adanya eksepsi dari salah satu pihak yang bersengketa (pihak tergugat). Sedangkan menyengkut kompetensi absulut ada atau tidak eksepsi hakim harus menyatakan dirinya tidak wenang

PERDAGANGAN WANITA ( WOMAN tRAFIGKING )

KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah Kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga Kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah dalam rangka memenuhi tugas Kriminologi.
Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini Kami ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1.Bpk. Gatot Sugiharto, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing mata kuliah Kriminologi
2.Teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan sumbangan fikiran yang tidak dapat Kami sebutkan satu-persatu.
3.Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dimasa mendatang. Terima kasih.

Yogyakarta, Maret 2009

Penulis






I.PENDAHULUAN
Setiap mahluk Tuhan Yang maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemulian harkat, martabatnya bahkan setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudara-an. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi, yang di lindungi oleh undan-undang Berdasrkan Pancasila dan UUD RI tahun 1945.
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, hak bebas mengeluarkan pendapat dan pikiran baik secara lesan maupun tertulis, hak beragama, hak mendapatkan pendidikan dan pelajaran, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhamba, tak terkecuali anak-anak dan perempuan khususnya, Setiap anak dan perempuan berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Maka dari itu Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Pancasila dan undang-undang, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia. Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah tersebut meliputi langkah implementasi (pelaksanaan) yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.
Perbudakan atau penghambaan pernah ada dalam sejarah Bangsa Indonesia. Pada jaman raja-raja Jawa dahulu, yang membentuk landasan dengan meletakkan perempuan sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dan untuk menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran. Bahka pada masa penjajahan Belanda, industri seks menjadi lebih terorganisir dan berkembang pesat yaitu untuk memenuhi kebutuhan pemuasan seks masyarakat Eropa seperti serdadu, pedagang dan para utusan yang pada umumnya adalah bujangan.Selain memaksa perempuan pribumi dan perempuan Belanda menjadi pelacur, Jepang juga membawa banyak perempuan ke Jawa dari Singapura, Malaysia dan Hong Kong untuk melayani para perwira tinggi Jepang.
Dalam era kemerdekaan terlebih di era reformasi yang sangat menghargai Hak Asasi Manusia, masalah perbudakan atau penghambaan tidak ditolerir lebih jauh keberadaannya. Secara hukum Bangsa Indonesia menyatakan bahwa perbudakan atau penghambaan merupakan kejahatan terhadap kemerdekaan orang yang diancam dengan pidana penjara lima sampai dengan lima belas tahun (Pasal 324-337 KUHP). Namun kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang meng-akselerasi terjadinya globalisasi, juga dimanfaatkan oleh oknum kejahatan untuk menyelubungi perbudakan dan penghambaan itu ke dalam bentuknya yang baru yaitu: perdagangan orang (trafficking in persons), yang beroperasi secara tertutup dan bergerak di luar hukum. bahwa perdagangan orang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun dalam negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia, bahkan pelaku perdagangan orang (trafficker), yang dengan cepat berkembang menjadi sindikat lintas batas negara dengan sangat halus menjerat mangsanya, tetapi dengan sangat kejam mengeksploitasinya dengan berbagai cara sehingga korban menjadi tidak berdaya untuk membebaskan diri








II.RUMUSAM MASALAH
A.Apa pengertian dari perdagangan wanita?
B.Bagaimana peran serta pemerintah dalam penanggulangan perdagangan wanita?
C.Bagaimana kebijakan yang di perlukan untuk penanggulangan perdagangan wanita?
D.Bagamana perlindungan korban perdagangan wanita?
E.Bagaimana dasar hukum perdagangan wanita menjerat?
F.Bagaimana sanksi perdagangan wanita?

























III.PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN
Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang no. 21 tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak perdangan orang.
Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang, dan setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang.
Korporasi adalah kumpulan orang atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, dan Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. Eksploitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.
Perekrutan adalah tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya. Pengiriman adalah tindakan memberangkatkan atau melabuhkan seseorang dari satu tempat ke tempat lain. Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum, dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan, atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang.
Ancaman Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya. Rehabilitasi adalah pemulihan dari gangguan terhadap kondisi fisik, psikis, dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Penjeratan Utang adalah perbuatan menempatkan orang dalam status atau keadaan menjaminkan atau terpaksa menjaminkan dirinya atau keluarganya atau orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau jasa pribadinya sebagai bentuk pelunasan utang. Sesuai Undang-Undang no. 21 tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak perdangan orang.

B.PERAN SERTA PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN PERDAGANGAN WANITA
Perdagangan manusia (trafficking) berupa tenaga kerja perempuan, tidak dapat dipungkiri, masih terus terjadi, baik yang ada di dalam negeri maupun luar negeri. Jika dilihat dari sudut pandang Hukum Ketenagakerjaan, timbulnya peristiwa ini manandakan masih adanya celah dalam UU Ketenagakerjaan, sehingga tidak mampu mendukung pencegahan kejahatan perdagangan tenaga kerja. Meskipun secara normatif, perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan dipayungi oleh UU 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, di mana dalam rumusannya secara khusus mengatur tentang pekerja perempuan. Selain itu khusus dalam UU 39 tahun 2004 tentang PPTKI diperuntukkkan bagi pekerja/buruh migran (TKI yang bekerja di luar negeri). Tetapi dalam kenyataannya perdagangan wanita di Indonesia dinilai sudah sangat memprihatinkan. Indonesia digolongkan sebagai negara dalam standar tiga, yang artinya negara ini dinilai tidak serius menangani perdagangan wanita “Agusmidah menambahkan, Indonesia dalam peringkat tersebut dikategorikan sebagai negara yang memiliki korban dalam jumlah yang besar dan pemerintah belum sepenuhnya menerapkan standar minimum, serta belum melakukan usaha yang berarti dalam memenuhi pencegahan dan penanggulangan trafficking. (sriwijaya pos, tahun 2006,hal 14) Bahkan Indonesia juga tidak memiliki data yang memadai tentang wanita. Ketidak seriusan pemerintah dalam menangani perdagangan wanita diperkuat denga pernyataan dari Meneg Pem-berdayaan Perempuan, Sri Redjeki Sumarjoto bahwa “Indonesia belum memiliki data yang pasti tentang berapa jumlah wanita yang diperdagangkan (sriwijaya pos, tahun 2006,hal 14), Berdasarkan statistik yang ada, wanita Indonesia banyak yang diperdagangkan di Malaysia dan Singapura dan sebagian besar dari mereka berasal dari daerah Indramayu dan Sukabumi. Di Indonesia ada sekitar 34,2% wanita yang menikah di bawah usia 18 tahun”. Terbukti dengan disampaikanya pernyataan dari “Meneg Pem-berdayaan Perempuan, Sri Redjeki Sumarjoto, juga mengakui bahwa Indonesia belum memiliki UU yang mengatur tentang perdagangan wanita. Sedangkan saat ini hanya berdasarkan Pasal 297 KUHP yang sejauh ini belum dapat dipakai sebagai acuan dalam menyelesaikan masalah tersebut. (sriwijaya pos, tahun 2006,hal 14).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan wanita;
1.Negara tersebut tidak serius dalam menangani masalah perdagangan wanita.
2.Negara itu tidak memiliki UU yang mengatur tentang perdagangan wanita.
3.Negara tersebut merupakan negara transit bagi perdagangan wanita. Selain itu, merupakan negara pengirim wanita untuk diperdagangkan.
4.Negara tersebut tidak memiliki data tentang berapa banyak jumlah wanita yang diperdagangkan
5.Berpendidikan rendah dan berpengetahuan terbatas
6.Krisis ekonomi seperti hilangnya pendapatan suami/orang tua, suami/orang tua sakit keras, atau meninggal dunia;
7.Masalah sosial seperti korban kekerasan fisik, psikis, seksual, pernikahan dini; mereka yang mendapat tekanan dari orang tua atau lingkungannya untuk bekerja
Modus operandi rekrutmen;
1.Dengan rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan atau janji palsu
2.Menjebak/menjerat dengan hutang, mengancam,
3.Menyalahgunakan wewenang,
4.Mengawini atau memacari,
5.Menculik, menyekap, atau memperkosa.

Perantara yang dipakai para pelaku perdagangan wanita;
1.Pariwisata, duta seni,
2.Jalur PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia),
3.Pendidikan modus-nya pertukaran pelaja

C.KEBIJAKAN
a.Kebijakan non penal
Penindakan hukum kepada pelaku, sesuai dengan kewenangannya diselenggarakan oleh yang berwajib (Kepolisian, Kejaksaan danPengadilan), akan tetapi mengingat perdagangan orang merupakan tindak kejahatan yang beroperasi diam-diam, maka diharapkan kepada masyarakat umum, lembaga kemasyarakatan dan LSM, mensosialisasikan agar ikut berpartisipasi aktif dalam mengungkap kejahatan ini dengan cara memberikan informasi kepada yang berwenang jika melihat, menyaksikan atau mengindikasi adanya kegiatan perdagangan orang atau hal-hal yang dapat diduga menjurus kepada terjadinya kejahatan itu, maka di butuhkan suatu kebijakan non penal berupa;
1.Meningkatkan pendidikan yaitu sistem wajib belajar sembilan tahun,
2.Pembaharuan Undang-undang Perkawinan,
3.Meningkatkan ketahanan keluarga,
4.Meningkatkan ekonomi keluarga,
5.Menyebarluaskan informasi atau mengampanyekan anti kekerasan di dalam rumah tangga,
6.Meningkatkan kapasitas penegak hukum yaitu Melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian di daerah perbatasan, imigrasi dan kedutaan besar,
7.Peningkatan pengawasan dan
8.Kerja sama dengan Negara lain.

Hambatan-hambatan yang di lalui dalam mewujudkan kebijakan non penal adalah;
1.Kurangnya kesadaran penduduk
2.Kurangnya pemahaman akan arti pendidikan
3.SDM yang kurang memedai
4.Budaya daerah atau keluarga
5.Adanya rasa takut dalam menyampaikan kampanye
6.Kurangnya dukungan dari pemrintah setempat
7.Krisis global atau krisi ekonomi
8.Krisis kepercayaan kepada pemeritahan

a.Kebijakan penal
Dikeluarkannya kebijakan non penal oleh pemerintah yang diharapkan bisa membantu dalam penanggulangan kejahatan perdagangan wanita bukanlah suatu jaminan tercapainya penanggulangan perdagangan wanita, karena dalam kenyataannya belum bisa mendukung pelaksanaan pemberantasan kejahatan perdangan wanita maka dari itu diperlukannya sustau aturan yang baku dan mengikat seperti hal-nya undang-undang yang khusus mengatur tentang perdagangan manusia khususnya perdagangan anak dan wanita Undang-undang no. 21 tahun 2007 tetang pemberantasan tindak perdagangan orang. Tetapi meskipun kebijakan penal berupa undang-undang telah di bentuk keberadaan kejahatan perdaganga wanita masih sering terjadi bahkan terselubung dengan rapi dan aman oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.


D.PERLINDUNGAN KORBAN
Perlindungan korban perdagangan orang meliputi kegiatan: Penampungan dalam tempat yang aman, pemulangan (ke daerah asalnya atau ke dalam negeri) termasuk upaya pemberian bantuan hukum dan pendampingan, rehabilitasi (pemulihan kesehatan fisik, psikis), reintegrasi (penyatuan kembali ke keluarganya atau ke lingkungan masyarakatnya) dan upaya pemberdayaan (ekonomi, pendidikan) agar korban tidak terjebak kembali dalam perdagangan orang. Upaya perlindungan korban dilaksanakan oleh Pemerintah RI bersama dengan mitranya: LSM baik lokal, nasional maupun internasional, organisasi masyarakat, Lembaga Pengabdian Masyarakat Perguruan Tinggi, dan perseorangan yang peduli dengan masalah ini.
Pemerintah RI memberikan perlindungan kepada warga negaranya di manapun dia berada, baik di dalam maupun di luar negeri. Perwakilan RI di luar negeri adalah lembaga Pemerintah yang bertanggung jawab memberikan perlindungan kepada warga Negara Indonesia (WNI) sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Perlindungan yang diberikan selain layanan kesehatan, konseling, dan bantuan administratif, juga termasuk memberikan penampungan yang aman serta mengusahakan pemulangannya ke Indonesia. Pasal 19: Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban untuk memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional. Pasal 21: Dalam hal warga negara Indonesia tercancam bahaya nyata, Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban memberikan perlindungan, membantu, dan menghimpun mereka di wilayah yang aman, serta mengusahakan untuk memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya Negara, koordinasi penanganan masalah WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) di luar negeri berada di Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler, Departemen Luar Negeri. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di sektor formal di luar negeri pada umumnya tidak mengalami kesulitan mengakses layanan ini, namun untuk tenaga kerja yang bekerja di sektor informal dan masuk ke suatu negara melalui jalur tidak resmi seringkali mengalami hambatan untuk mengakses layanan dan bantuan dari Perwakilan RI di luar negeri karena biasanya mereka tidak melapor atau tidak diberikan kesempatan melapor oleh agen penempatan atau majikannya. Korban perdagangan orang yang biasanya ditahan dokumen keimigrasiannya dan disekap di tempat tertentu, sangat sulit mengakses perlindungan ini. Oleh karena itu, informasi mengenai “bagaimana bermigrasi yang aman”, perlu disebarluaskan ke masyarakat di dalam negeri sehingga bila suatu saat karena berbagai alasan mereka berada di luar negeri, sudah tahu apa yang harus dilakukan jika menghadapi keadaan darurat.
Di dalam negeri, perlindungan dalam bentuk perawatan medis, psikologis dan konseling termasuk penampungan dan pemulangan ke daerah asal korban, menjadi tanggung jawab sektor-sektor sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kesepakatan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial dan Kepala.

E.DASAR HUKUM
Dasar hukum tentang perdagangan wanita , uu no 21 tahun 2007 tentang tindak pemberantasan perdagangan orang, Pasal 4, Undang-undang No. 39/1999 tentang HAM, “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun”, Pasal 20, Undang-undang No. 39/1999 tentang HAM “Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhamba. Perbudakan atau perhambaan, pedagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang”, Pasal 297 KUHP secara khusus mengatur perdagangan perempuan dan anak laki-laki di bawah umur.




F.SANKSI PELANGGARAN PERDAGANGAN PEREMPUAN.
Secara hukum Bangsa Indonesia menyatakan bahwa perbudakan atau penghambaan merupakan kejahatan terhadap kemerdekaan orang yang diancam dengan pidana penjara lima sampai dengan lima belas tahun (Pasal 324-337 KUHP).
Perbudakan dan penghambaan dalam bentuk perdagangan orang juga dikriminalisasi dalam sistem hukum Indonesia sebagaimana tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 297 “Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun”,
Undang-undang no. 21 tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak perdangan orang. Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.









IV.KESIMPULAN

Perdagangan perempuan adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia yang secara nyata di larang oleh setiap negara. Maka dari itu pemerintah harus menjamin dan memberikan kenyamanan bagi perempuan, setidaknya pemerintah harus memberikan suatu jamonan dan kedudukan pada perempuan. Perdagangan wanita itu sendiri didasari berbagai faktor yaitu; belum adanya suatu undang-undang yang mengatur, pemerintah kurang serius dalam menangani perdagangan wanita, pendidikan yang rendah, kemiskinan, krisis ekonomi, faktor sosial. Maka dari itu pemerintah harus membuat suatu kebijakan guna memberantas atau mengurangi perdagangan orang khususnya perdagangan wanita.
Kebijakan yang harus dilakukan pemerintah dalam menunjang terlaksananya pemberantasan tindak perdagangan orang khusunya perempuan yaitu; meningkatkan pendidikan dengan sistem wajib belajar 9 (Sembilan) tahun, pembaharuan UU Perkawinan, peningkatkan ketahanan keluarga, meningkatkan ekonomi keluarga, mnyebarluaskan informasi atau mengampanyekan anti kekerasan di dalam rumah tangga, meningkatkan kapasitas penegak hukum yaitu melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian di daerah perbatasan, imigrasi dan kedutaan besar, meningkatan pengawasan dan kerja sama dengan Negara lain, selain kebijakan-kebijakan diatas pemerintah harus membuat suatu aturan atau undang-undang yang mengatur khusus tentang perdagangan wanita supaya lebih mengikat dan pelaku akan jera saat akan bertindak.










DAFTAR PUSTAKA

Web-side http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/09/tgl/27/time/121413/idnews/683546/idkanal/10
http://www.unifem.undp.org/global_spanner/e_se_asia.html
http://www.idlo.Int/engglish/external/ipacehneus.asp
Peraturan perundang undangan.
Pasal 20. Undang-undang No. 39/1999 tentang HAM).
uu no. 21 tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak perdangan orang
Pasal 297,324-337KUHP
Pasal 19, 21. Undang-undang No. 7 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Makalah penghapusan perdagangan orang (trafficking in persons) di Indonesia tahun 2004-2005. Kementrian Koordintor Bidang Kesejahteraan Rakyat. Jakarta 2005.
Sriwijaya Post Senin 14 Agustus 2006 “Dijanjikan Digaji Rp5juta”

HAKIKAT FILSAFAT HUKUM DALAM MENCIPTAKAN PENEGAK HUKUM YANG PROFESIONAL

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sistem Pemerintahan Republik Indonesia tidak terlepas dari pelaksanaan sistem-sistem di berbagai sektor lainnya yang mendukung roda pemerintahan, termasuk pula sistem hukum dan arah politik hukum dalam mencapai rencana dan tujuan bernegara. Memperhatikan UUD 1945 beserta ke-4 perubahannya dalam upaya mewujudkan masyarakat yang adil dan demokratis, pembangunan hukum memainkan peranan penting dalam menjamin dan melindungi kehidupan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Berbagai perubahan yang terjadi dalam ketatanegaraan Republik Indonesia dan perkembangan dunia global juga berpengaruh pada sistem hukum dan arah politik hukum Indonesia, perlu upaya pembenahan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Pembenahan terhadap sistem di berbagai sektor yang ada ditujukan bagi upaya perbaikan dengan tetap berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945. Arah politik hukum yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia terfokus pada profesionalisme para penegak hukum, rendahnya kualitas para penegak hukum, penyalah gunaan profesi. Mengingat permasalahan diatas sangat merugikan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Penegakan hukum merupakan salah satu agenda reformasi yang sudah 10 tahun berjalan. Apakah penegakan hukum yang diharapkan oleh masyarakat itu telah tercapai? Untuk menjawab pertanyaan ini, masyarakat mungkin memiliki tanggapan yang beragam. Ada yang menjawab belum, lebih buruk, ada sedikit kemajuan, atau mungkin ada juga yang menilai sudah lebih baik. Masing-masing jawaban tersebut merupakan out put dari kinerja aparat penegak hukum yang langsung dirasakan oleh setiap anggota masyarakat dalam aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan hukum. Misalnya saat razia kendaraan, pembuatan SIM, pemeriksaan di Kepolisian, Kejaksaan, sidang pengadilan dan lain-lain. Artinya penilaian terhadap ada tidaknya reformasi hukum, salah satu indikatornya dapat dilihat dari penilaian setiap orang ketika ia terlibat aktivitas hukum yang tentunya melibatkan aparat penegak hukum. Apabila dalam aktivitas hukum tersebut justru keluar dari jalur hukum, seperti adanya suap menyuap, pungli, tebang pilih, atau KUHP yang dipelesetkan menjadi Kasih Uang Habis Perkara. Maka tidak salah apabila penilaian negatif diberikan terhadap kinerja aparat penegakan hukum. Padahal yang melakukannya hanyalah oknum tertentu saja dari sekian banyak aparat penegak hukum, namun berakibat pada citra buruk aparat penegak hukum secara keseluruhan.
Pada beberapa kasus kejahatan, peredaran narkoba, dan kasus perjudian, secara terang dan jelas ada pihak yang dilindungi, bahkan dimiliki langsung oleh oknum aparat penegak hukum. Kemudian adanya dugaan suap dari tersangka atau terdakwa, yang diterima atau malah diminta oknum penegak hukum agar perkaranya tidak diperiksa atau dapat segera ditutup. Adanya pengerahan massa di pengadilan karena keputusan hakim yang dinilai tidak adil, dan terungkapnya komunikasi Artalyta dengan petinggi Kejaksaan Agung, bahkan juga diduga menyeret oknum hakim di Mahkamah Agung. Kesemunya itu merupakan indikasi adanya mafia peradilan dan semakin turunnya kualitas dalam upaya reformasi hukum.


B.Rumusan Masalah
Dilihat dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang diungkapkan lebih lanjut dalam penulisan ini adalah ;
1.Apakah pengertians / hakikat filsafat hukum ?
2.Peranan pentingya / kontribusi filsafat hukum dalam melahirkan penegak hukum yang professional.
C.Ruang Lingkup Penulisan
Kajian penulisan karya ilimiah ini akan difokuskan pada pembahasan secara umum mengenai peranan pentinnya filsafat hukum dalam menciptakan penegak hukum yang professional dalam mewujudkan sistem hukum dan arah politik hukum yanga baik dalam mencapai rencana dan tujuan bernegara serta upaya mewujudkan masyarakat yang adil, makmur sejahtera, aman, tentram dan demokratis.


BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Pengertian Filsafat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan atau juga berarti ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika dan epistemologi.
Pakar Filsafat kenamaan Plato (427 - 347 SM) mendefinisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli, Kemudian Aristoteles (382 - 322 SM) mengartikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, dan berisikan di dalamnya ilmu ; metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
Secara Umum Pengertian Filsafat adalah Ilmu pengetahuan yang ingin mencapai hakikat kebenaran yang asli dengan ciri-ciri pemikiran yang rasional, metodis, sistematis, koheren, integral, baik yang bersifat inderawi maupun non inderawi.
Pendapat lain mengatakan filsafat adalah merupakan suatu perenungan atau pemikiran secara mendalam terhadap sesuatu hal yang telah kita lihat dengan indera penglihatan, kita rasakan dengan indera perasa, kita cium dengan indera penciuman ataupun kita dengar dengan indera pendengaran samapai pada dasar atau hakikat daripada sesuatu hal tersebut.
Selanjutnya filsafat hukum dapat disebut juga sebagai filsafat tingkah laku atau nilai – nilai etika, yang mempelajari hakikat hukum. Filsafat hukum ialah merupakan ilmu yang mengkaji tentang hukum secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat (Darji Darmodiharjo, shidarta, 2004 : 11).
Dari tiga sifat yang membedakannya dengan ilmu-ilmu lain manfaat filsafat hukum dapat dilihat.Filsafat memiliki karakteristik menyeluruh/Holistik dengan cara itu setiap orang dianggap untuk menghargai pemikiran, pendapat, dan pendirian orang lain. Disamping itu juga memacu untuk berpikir kritis dan radikal atas sikap atau pendapat orang lain. Sehingga siketahui bahwa manfaat mempelajari filsafat hukum adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah, dan menuntun pada jalan baru.
Subye / obyek filsafat hukum
Berfikir merupakan subjek dari filsafat akan tetapi tidak semua berfikir berarti berfilsafat. Subjek filsafat adalah seseorang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh dan mendalam. Subjek filsfat adalah seseroang yang berfikir / memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Seperti halnya pengetahuan, Maka filsafatpun (sudut pandangannya) ada beberapa objek yang dikaji oleh filsafat
Objek filsafat, objek itu dapat berwujud suatu barang atau dapat juga subjek itu sendiri contohnya si aku berfikir tentang diriku sendiri maka objeknya adalah subjek itu sendiri. Objek filsafat dapat dibedakan atas 2 hal :
1.Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada dan ada yang tidak harus ada
a.Ada yang harus ada, disebut dengan absoluth/ mutlak yaitu Tuhan Pencipta
b.Ada yang tidak harus ada, disebut dengan yang tidak mutlak, ada yang relatif (nisby), bersifat tidak kekal yaitu ada yang diciptakan oleh ada yang mutlak (Tuhan Pencipta alam semesta)
2.Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh karena mengasas, maka filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan tidak kebenaran / Sudut pandangan.

Tujuan dan Fungsi Filsafat Hukum
1.Tujuan Filsafat Hukum
a.Louis O Kattsoff mengatakan di dalam bukunya, bahwa filsafat bertujuan untuk mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini, menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu di dalam bentuk yang sistematis. Katanya lebih lanjut, filsafat membawa kita pada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak (1992 : 03). Filsafat dapat kita jadikan sebagai pisau analisis dalam menganalisa suatu masalah dan menyususn secara sistematis suatu sudut pandang ataupun beberapa sudut pandang, yang kemudian dapat menjadi dasar untuk melakukan suatu tindakan.
b.Menjelaskan nilai-nilai dan dasar-dasar hukum sampai pada dasar filosofisnya ditemukan hakikat, esensi, substansi, ruh-nya hukum shg hukum mampu hidup dalam masyarakat, (kejujuran,kemanusiaan,keadilan,equity)
2.Fungsi Filsafat Huku
a.Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hukum dalam hidup bersama
b.Menumbuhkan ketaatan pada hukum
c.Menemukan ruhnya hukum
d.Menghidupkan hukum dalam masyarakat Memacu penemuan hukum baru
Aliran Filsafat Hukum
1.Aliran hukum alam
Prinsip : Hokum itu berlaku scr universal dan bersifat pribadi
Jenis:
a.Hukum alam yg bersumber dr tuhan
b.Hukum alam yg bersumber dr rasio manusia
Tokoh : Thomas Aquinas,
menurutnya hukum ada 4, yaitu :
1)Lex aeterna: ratio tuhan, bukan indra manusia
2)Lex divina: bagian ratio tuhan = indra manusia
3)Lex naturalis; penjelmaan lex aeterna dlm ratio manusia
4)Lex positivis: hukum yg berlaku, yg merupakan pelaksanaan hukum alam,disesuaikan dengan keadaan dunia.
2.Aliran hukun positif
Didasari oleh pemikiran hukum legisme
Tokoh : John Austin , hukum adalah perintah dr penguasa untuk mengatur makhluk. berfikirà hukum merupakan system yg logis, tetap, tertutup. Hokum terpisah dari keadaan dan pertimbangan nilai-nilai moral.
Menurutnya hukum dibagi mjd :
a.Hokum yg dicipta tuhan
b.Hokum dr manusia : hukum yg sesungguhnya dan hukum yg semu
c.Hokum yg sesungguhnya terdiri dr hukum yg dibuat penguasa (UU0, dan hukum yg dibuat pribadi w.n utk mengatur hak-haknya. Sedangkan hukum yg semu hanya mengikat bagi yg berkepentingan.
d.Hokum yg sesungguhnya terdr dr 4 unsur : adanya perintah, adanya sanksi, adanya kewajiban, adanya kedaulatan.
3.Aliran mazhab sejarah
Tokoh : Von Savigny , Hokum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
Dasar pemikiran : bangsa à jiwa rakyatà perbedaan kebudayaan dan hukum yg berlaku, shg tidak ada hukum yg universal. Isi hukum ditentukan oleh pergaulan bangsa yg bersangkutan dari masa ke masa, shg hukum merupakan hasil perjalanan sejarah suatu bangsa.
4.Aliran sociological jurisprudence
Sintesa dr aliran hukum positif dan mazhab sejarah.
Hanya hukum yg sanggup menghadapi ujian akal akan bertahan hidup. Unsur kekal dr hukum adalah pernyataan akal yg berdasar pengalaman dan diuji oleh pengalaman juga. Pengalaman dikembangkan oleh akal, akal diuji oleh pengalaman. Shg hukum is pengalaman yg diatur dan dikembangkan oleh akal, kemudian diumumkan dg wibawa oleh badan pebentuk UU dlm masy.yg berorganisasi politik dan dibantu oleh kekuasaan masy. Inti ajarannya : Living law in live.
5.Aliran pragmatic legal realism
Tokoh :John Chipman Gray, Karl Leewelly
Inti ajaran ; Agar hukum (UU) bermanfaat betul bagi masyarakat, maka dalam pembuatannya harus memperhatikan logika, kepribadian, politik, prasangka, dan ekonomi.
B.Peranan pentingya / kontribusi filsafat hukum dalam melahirkan penegak hukum yang professional.
Menegakan tata masyarakat yang teratur, mulia, adil, elegan, berwibawa dan bertahan di muka bumi adalah tugas kemanusiaan dan tujuan utama dari hukum. Sebuah bangunan masyarakat pada sejatinya terdiri dari individu-individu. Tidak ada individu yang bisa bertahan hidup tanpa masyarakat. Dalam konteks kemanusiaan, masyarakat dibentuk dan membentuk dengan sendirinya untuk saling menguatkan, saling menolong, dan saling menyempurnakan. Konsep silaturahmi yang dimulai dari orang-orang terdekat baik secara genetik maupun secara geografis hingga orang terjauh, menunjukan betapa pentingnya kebermasyarakatan atau hidup bermasyarakat. Masyarakat atau society juga berarti civilized community, komunitas yang beradab, atau masyarakat madani. Dengan demikian dalam masyarakat terkandung makna komunitas, sistem organisasi, norma, tata aturan, peradaban dan silaturahmi, interaksi dan komunikasi.
Kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi telah membawa perubahan besar, dan salah satu akibatnya adalah perubahan paradigma kehidupan dan keilmuan dengan berbagai jenisnya, baik yang positif maupun negatif, yang pada giliranya tidak jarang perubahan yang terjadi berada di wilayah kisaran pergeseran nilai dan mentalitas di wilayah intelektual-pendidikan, ekonomi, politik, budaya dan hukum. Fakta menunjukan bahwa tingkat peradaban dan gegap gempita pembangunan, terkadang membuat mata terpana, hati dan pikiran terpesona bahwa rakyat di negeri yang bersendikan hukum ini akan berjaya, cerdas, aman, sejahtera, adil dan makmur. Namun realitas menunjukan sebaliknya, ketimpangan sosial tidak jarang terjadi di mana-mana, pertikaian, pemerkosaan, penganiayaan, pembunuhan, korupsi, dan ketidak berdayaan (kemiskinan) menjadi suatu keniscayaan dari potret bangsa ini.
Dari aspek pendekatan kefilsafatan, secara ontologi, pendidikan sebagai suatu aktivitas merupakan sesuatu yang ada dan berada. Pendekatan ini memandang hakikat pendidikan terkait dengan hakikat keberadaan pendidikan itu sendiri. Keberadaan pendidikan tidak terlepas dari keberadaan manusia, oleh sebab itu hakikat pendidikan berkenaan dengan hakikat manusia. Apakah manusia itu dan apa makna keberadaannya. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk ciptaan Allah yang terdiri atas unsur jasmani dan rohani sebagai potensi hidupnya. Manusia pada awalnya tercipta dalam wujud yang sangat lemah dan tak berdaya, kemudian mengalami pertumbuhan seiring dengan perjalanan waktu, dan potensi jasmani dan rohani akan bertumbuh secara baik manakala memperoleh perlakuan dan lingkungan yang baik, sebaliknya potensi tersebut tidak akan bertumbuh secara baik jika memperoleh perlakuan dan lingkungan yang jelek. Perlakuan yang dimaksudkan itu adalah semua jenis tindakan atau interaksi sosial-kultural antara anak manusia dengan lingkungannya.
Dari aspek epistemologi, yang menjadi masalah pendidikan adalah akar atau kerangka pendidikan sebagai ilmu. Pendekatan ini memandang pendidikan pada hakekatnya sebagai suatu proses yang inheren dengan konsep manusia. Artinya manusia dapat dimanusiakan hanya melalui proses pendidikan, baik dalam makna persekolahan, pendidikan nonformal, maupun penididikan sebagai jaringan-jaringan kemasyarakatan. Pendekatan tersebut memberi gambaran bagaiamana kebermaknaan proses pendidikan yang dapat memberi mamfaat bagi pemanusiaan manusia, dengan perkataan lain bagaimana proses pendidikan itu dapat berlangsung efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan suasana dan tingkat keadaan manusia.
Menurut Nanang Fattah pendidikan itu memiliki beberapa ciri yaitu;
1.Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga bermamfaat untuk kepentingan hidup
2.Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam memilih isi (materi), strategi, dan teknik penilaianya yang sesuai
3.Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pemaparan di atas mengandung makna bahwa proses pendidikan merupakan proses penyelamatan kehidupan sosial dan penyelamatan lingkungan yang memberikan jaminan hidup yang berkesinambungan. Proses pendidikan yang berkesinambungan berarti bahwa manusia tidak pernah akan selesai. Pendidikan tidak berhenti ketika peserta didik menjadi dewasa tetapi akan terus menerus berkembang selama terdapat interaksi anatara manusia dengan lingkungan sesama manusia serta dengan lingkungan alamnya.Proses pendidikan juga berarti menumbuh kembangkan eksistensi manusia. Karena keberadaan manusia adalah suatu keberadaan interaktif, dan interaksi tersebut bukan hanya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan alam dan dunia ide termasuk dengan Tuhannya. Dengan demikian eksistensi manusia akan selalu berarti apabila hubungan dengan sesama manusia di planet bumi ini baik, termasuk memelihara hubungan baiknya dengan alam dan dengan Tuhannya. Di sinilah letak urgensi dan kebermakanaan pendidikan bagi manusia untuk pemanusiaan dan pendewasaan.
Kita sangat memerlukan suatu ilmu yang sifatnya memberikan pengarahan/ ilmu pengarahan. Dengan ilmu tersebut, manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan yang di dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat manusia. Hanya ilmu filsafatlah yang dapat diharapkan mampu memberi manusia suatu integrasi dalam membantu mendekatkan manusia pada nilai-nilai kehidupan untuk mengenai mana yan gpantas kita tolak, mana yang pantas kita tujui, mana yang pantas kita ambil sehinga dapat memberikan makna kehidupan. Ada beberapa factor utama dan bebrapa factor pendukung pentingnya filsafat bagi manusia / dan para penegak hukum yaitu ;
Perana utama filsafat hukum dalam menciptakan penegak hukum yang professional adalah ;
1.Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hukum dalam hidup bersama
2.Menumbuhkan ketaatan pada hukum
3.Menemukan ruhnya hukum
4.Menghidupkan hukum dalam masyarakat
5.Memacu penemuan hukum baru
Factor peran pentingya filsafat bagi para penegak hukum yang professional adalah ;
1.Dengan belajar filsafat diharapkan akan dapat menambah ilmu pengetahuan, karena dengan bertambahnya ilmu akan bertambah pula cakrawala pemikiran dan pangangan yang semakin luas
2.Dasar semua tindakan. Sesungguhnya filsafat di dalamnya memuat ide-ide itulah yang akan membawa mansuia ke arah suatu kemampuan utnuk merentang kesadarannya dalam segala tindakannya sehingga manusia kaan dapat lebih hidup, lebih tanggap terhadap diri dan lingkungan, lebih sadar terhadap diri dan lingkungan
3.Dengan adanya perkembangan ilmu pengethauan dan teknologi kita semakin ditentang dengan kemajuan teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan demikian cepatnya, pergeseran tata nilai, dan akhirnya kita akan semakin jauh dari tata nilai dan moral
Setiap profesi termasuk aparat pemerintah menggunakan filsafat hukum untuk menyediakan struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan garis batas nilai yang dijadikan acuan dalam mengemban tugasnya sehari-hari. Dengan demikian dapat dikatakan filsafat hukum ibarat kompas yang memberikan atau menunjukkan arah pandang bagi aparat pemerintah sekaligus menjamin mutu moral profesi di hadapan masyarakat.
Hal yang penting dipahami ialah bahwa filsafat hukum tidak membebankan sanksi hukum atau paksaan fisik. Filsafat hukum dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi atau paksaan dari pihak luar setiap orang akan mematuhinya. Dorongan untuk mematuhi filsafat hukum bukan dari adanya sanksi melainkan dari rasa kemanusiaan, harga diri, martabat dan nilai-nilai filosofis.
Ada beberapa maksud yang terkandung dalam pembentukan filsafat hukum, yaitu:
1.Menjaga dan meningkatkan kualitas moral
2.Menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan teknis
3.Melindungi kesejahteraan materiil pengemban profesi
Aparat pemerintah sebagai public servant tidak mungkin melepaskan dirinya dari kehidupan rakyat yang dilayaninya oleh karenanya secara material mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada publik secara baik. Dalam tindakan dan perbuatan aparat pemerintah harus menyesuaikan dengan norma-norma yang dianut dan berlaku dalam kebudayaan rakyat. Dengan memegang norma dan asas-asas yang ada, aparat pemerintah diupayakan tidak akan melakukan perbuatan yang tidak terpuji, menguntungkan pribadi dan membebani anggaran rakyat untuk
kepentingannya. Dengan memahami filsafat hukum, kode etik hukum dan asas pemerintahan diharapkan dapat mengurangi tindakan-tindakan yang tercela, tidak terpuji dan merugikan masyarakat. Perumusan kode etik hukum dan filsafat hukum berperan membawa aparat kepada kesadaran moral akan kedudukan dan profesinya yang diperoleh dari negara atas nama rakyat. Aparat yang menaati kode etik dan menggunakan filsafat hukum akan menempatkan kewajibannya sebagai aparat pemerintah di atas kepentingan-kepentingan yang lain. Asas-asas yang terdapat dalam kode etik hukum dan filsafat hukum administrasi pada dasarnya meliputi lima hal penting yang menghendaki aparat memiliki kesadaran moral dalam menjalankan profesinya. Asas-asas tersebut antara lain :
1.Asas kepastian hukum / The principle of legal security Menghendaki aparat pemerintah selalu membuat keputusan yang sama terhadap kasus yang kondisinya sama.
2.Asas kecermatan / The principle of carefourness Agar dalam fungsinya aparat menyelenggarakan pemerintahan menjalankan KIS (kordinasi, Integrasi, Sinkronisasi).
3.Asas permainan yang layak / The principle of fairplay Menghendaki agar aparat pemerintah selalu menjelaskan seluas-luasnya kepada pihak yang terkait baik diminta maupun tidak
4.Asas keseimbangan / The principle of balance Menghendaki agar pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat selalu menyeimbangkan antara hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pihak yang
5.Asas ketepatan mengambil objek / The principle of good object Mengehendaki agar aparat dalam membuat keputusan hendaknya berfikir secara lintas sektoral sehingga keputusannya bersifat dinamis.
Filsafat huku dan kode etik hukum menjadi sarana guna mendukung pencapaian tujuan organisasi pemerintah. Hal ini mutlak karena organisasi pemerintah hanya akan berhasil meraih sasarannya ketika aparat di dalamnya memiliki aktivitas dan perilaku yang baik. Filsafat hukum dan kode etik berfungsi sebagai patokan sikap mental yang ideal segenap aparat pemerintah yang dapat mendorong keberhasilan organisasinya. Organisasi pemerintahan berhasil jika aparatnya memiliki inisiatif yang baik, teliti, jujur dan memiliki loyalitas tinggi. Kualitas seperti inilah yang hendak dicapai ketika kode etik dan filsafat hukum dirumuskan. Berkaitan dengan keberadaan dan fungsi kode etik aparat pemerintah, pemerintahan yang menjadi harapan masyarakat menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa dapat dikemukakan mengenai birokrasi yang menjadi harapan publik, yaitu:
1.Birokrasi yang mampu menangkap paradigma baru.
Setiap organisasi, tak terkecuali organisasi pemerintah, selalu menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks, terlebih lagi pada era sekarang ini dimana kebijakan pemerintah cenderuung mudah berubah. Hal ini tidak lepas karena adanya pengaruh lingkungan eksternal yang berubah begitu cepat, sehingga berdampak terhadap kehidupan organisasi. Di dalam upaya mengantisipasi perubahan eksternal dan dinamika organisasi tersebut maka peran SDM, yaitu orang-orang yang berada di dalam organisasi sangat menentukan bagi kemajuan organisasi.
Agar tuntutan masyarakat maupun pemerintah dapat dipenuhi atau dilayani oleh organisasi birokrasi maka ada unsur pokok yang minimal harus diperhatikan dan dimiliki birokrasi yaitu upaya membangun komitmen pengembangan diri yang kuat, melalui pengembangan keahlian pribadi (keilmuan), disiplin pribadi yang tinggi memiliki visi kedepan yang jelas serta memiliki kerangka berpikir yang holistik dan interconnectednes (saling berkaitan) dan penghayatan nilai-nilai moral filsafat hukum serta kode etik organisasi dan profesi.
2.Birokrasi yang mampu membebaskan diri dari praktek KKN
Satriyo Budihardjo Judono sebagai Ketua BPK pernah menyatakan bahwa hasil pemeriksaan BPK bukan ditindaklanjuti sebagai upaya pembenahan, malah tidak mengindahkan dan membantah hasil pemeriksaan yang sebelumnya telah diakui. Ini menunjukkan gejala bahwa hasil pemeriksaan BPK maupun juga mungkin aparat pengawasan fungsional pemerintah hanya dianggap sebagai informasi manajemen saja sehingga memberikan kesan bahwa seolah-olah hasil pemeriksaan tidak memberikan manfaat apapun bagi masyarakat yang menghendaki pemerintah yang bersih KKN.
Praktik-praktik oknum aparat pemerintah KKN telah secara nyata membuat citra birokrasi terpuruk. Kewibawaan aparat pemerintah dalam menjalankan fungsi pelayanan seolah-olah tenggelam oleh tradisi buruk tersebut. Diskriminasi pelayanan atas dasar materi secara jelas nampak di depan mata, ada 'uang jalan' urusan cepat beres, tanpa 'uang jalan' kenapa harus dipercepat kalau bisa diperlama, begitu kira-kira kalimat yang pantas melihat realitas global birokrasi selama ini. Seakan-akan urusan-urusan yang berkaitan dengan birokrasi dan aparat pemerintah dapat dimainkan tergantung rupiah yang disodorkan. Inilah yang mendapatkan sorotan masyarakat dimana kewibawaan aparat pemerintah sebagai abdi masyarakat tidak lagi nampak akibat diskriminasi perlakuan terhadap masyarakat. Dalam hal ini kode etik memiliki fungsi dan tujuan menjunjung martabat profesi serta memelihara aparat pemerintahan dengan larangan-larangan untuk melakukan perbuatan yang akan merugikan citra profesi.
Untuk mencapai birokrasi yang steril dari KKN maka secara eksternal diperlukan pengawasan yang intensif dan efektif agar dapat ditanggulangi dan diatasi berbagai penyimpangan. Secara internal upaya terus menerus dilakukan untuk penyempurnaan sistem dan mekanisme kerja serta memperkokoh ketahanan mental dan moral spiritual melalui pengamalan nilai agama dan pemahaman pentingnya pelaksanaan filsafat hukum dan kode etik organisasi.
3.Birokrasi yang baik.
Agar birokrasi dapat berjalan dengan baik, William M. Dunn, Bintoro Tjokromidjojo serta Sophian Effendi mengemukakan bahwa dalam mengelola good governance adanya sinergi antara pemerintah dengan swasta (dunia usaha) dan LSM/masyarakat. Pemerintah lebih berperan sebagai fasilitating dan enabling (kemudahan dan kesempatan) guna menciptakan kondisi lingkungan politik yang kondusif dan kepastian dan penegakan hukum serta kebijakan pemerintah yang jelas. Sektor swasta sebagai pelaku ekonomi menciptakan kesempatan usaha dan lapangan kerja seluas luasnya, dengan membangun perekonomian berbasis kerakyatan. LSM dan masyarakat berperan mengembangkan partisipasi dalam aktivitas sosial, ekonomi pollitik dan menjaga/mengawasi rules of the games dan rules of ethics yang baik dalam interaksi sosial, ekonomi politik dan sebagainya.
Untuk itulah filsafat hukum dan kode etik berperan mengarahkan dan membentuk pola sekaligus sosok ideal aparat pemerintah yang bermoral, aspiratif dengan kepentingan rakyat dan selalu mengutamakan masyarakat. Oleh karena itu penekanan utamanya adalah agar kode etik menjadi pedoman bertindah dan filsafat hukum menjadi pedoman berfikir kepada aparat pemerintah untuk betul-betul melaksanakan instrumen pencapaian good governance seperti yang ditetapkan dalam UU No. 28 Tahun 1999. Undang-Undang ini pada pokoknya menetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi asas kepastian hukum, keterbukaan, profesionalitas dan asas akuntabilitas.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Dari paparan penulis secara singkat diatas, kiranya penulis menyimpulkan sebagai jawaban dari rumusan masalah yang termaktub diatas :
1.Untuk menjawab apakah sebenarnya hakikat filsafat hukum ?
Filsafat Hukum adalah cabang dari filsafat yang mempelajari hukum yang benar, atau dapat juga kita katakan Filsafat Hukum adalah merupakan pembahasan secara filosofis tentang hukum, yang sering juga diistilahkan lain dengan Jurisprudence, adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, yang objeknya dikaji secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat.
Filsafat hukum dalam menyikapi masalah, kita diajak untuk berfikir kritis dan radikal, atau dalam artian kita diajak untuk memahami hukum tidak dalam arti hukum positif semata, karena jika kita hanya mempelajari arti hukum dalam arti positif semata, tidak akan mampu memanfaatkan dan mengembangkan hukum secara baik, jika demikian adanya ketika ia menjadi seorang pengadil (hakim) misalnya, ia hanya menjadi ”corong undang-undang” belaka. Terkait itu penulis sepakat bahwa suatu masalah atau problem pasti dapat dicari apa sebenarnya analisis filsafat hukumnya yang tepat untuk diterapkan, dengan kita menganalisis secara rasional dan kemudian kita mempertanyakan jawaban secara terus menerus, yang jawaban itu tidak hanya dari masalah yang tampak, tetapi sudah pada tataran nilai dari gejala-gejala itu sendiri, maka analisis filsafati seperti inilah yang membantu kita untuk menentukan sikap secara bijaksana dalam menghadapi suatu masalah yang konkrit.
Secara spekulatif filsafat hukum dapat dicapai dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat hukum, kemudian secara kritis, dengan berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi dan fungsinya. Filsafat hukum ini sebenarnya adalah induk dari semua disiplin yuridik, karena filsafat hukum membahas masalah-masalah yang paling fundamental yang timbul dalam hukum, contoh kasus jika ada masalah-masalah yang melampaui kemampuan berpikir manusia, maka filsafat hukum akan merupakan kegiatan yang tidak pernah berakhir, karena mencoba memberikan jawaban pada pertanyaan-pertanyaan.
Kemudian untuk waktu yang lama, dalam sejarah filsafat hukum, orang berpendapat bahwa landasan hukum itu adalah hukum kodrat (filsafat hukum kodrat) yaitu yang berpandangan terdapat suatu kodrat ideal yang abadi, yang takkan berubah sepanjang masa, namun hal ini memunculkan pertanyaan tentang keterikatan denfan tempat dan waktu, orang akan memegang suatu prinsip hukum pada suatu waktu, akan tetapi dilain waktu (masa yang akan datang) apakah hukum akan tetap stagnan dan tetap, maka orang banyak bersepakat bahwa hukum akan selalu dinamis seiring dengan perubahan waktu dan tempat, dengan cara berfilsafat hukum melalui realitas-realitas yang terjadi dalam masyarakat luas.
Secara spekulatif dan secara kritis filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi dan fungsi hukum yang diciptakan, Indonesia memang menganut paham kedaulatan rakyat dari Pancasila, kaitannya filsafat hukum terhadap pembentukan hukum di Indonesia adalah filsafat hukum sangat berperan dalam perubahan hukum kearah lebih demokratis, lebih mengarah pada kebutuhan masyarakat yang hakiki, filsafat hukum mengubah tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang pernah berlaku di Indonesia, dimulai dari berlakunya tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang didasari TAP XX/MPRS tahun 1966, kemudian tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang didasari TAP III/MPR/2000, sampai terakhir adalah tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang didasari Pasal 7 UU Nomor 10 Th 2004 yang hingga kini berlaku di Indonesia, pengubahan itu atas dasar pembaharuan yang didasari pada asas kemanfaatan dan asas keadilan, jadi pembaharuan hukum lewat filsafat hukum di Indonesia ada pada teori hukumnya 24, hal ini telah sesuai dengan bunyi kalimat kunci dalam Penjelasan UUD 1945 : Undang-undang dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya, maka perubahan hukum di Indonesia adalah didasarkan dari ide-ide pasal-pasal dalam Batang Tubuh berikut dengan Penjelasan UUD 1945 (sebagai teori hukumnya).
Kita harus tahu pula bahwa fungsi hukum nasional adalah untuk pengayoman, maka perubahan atau pembangunan hukum Indonesia harus melalui proses filsafat hukum yang didalamnya mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan tingkat-tingkat kemajuan pembangunan disegala bidang, juga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat luas yang cenderung majemuk, yang mana hukum yang diciptakan adalah merupakan rules for the game of life, hukum diciptakan untuk mengatur prilaku anggota masyarakat agar tetap berada pada koridor nilai-nilai sosial budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan yang terpenting hukum diciptakan sebagai pemenuhan rasa keadilan bagi masyarakat luas, tanpa membedakan ras, golongan, suku, partai, agama, atau pembedaan lain.
B.Saran
1.Hendaknya bagi pemegang kekuasaan di Indonesia terutama (legislatif, Eksekutif, dan yudikatif), agar selalu belajar dan mengkaji lebih jauh tentang filsafat hukum, serta pemahaman terhadap Grundnorm atau sumber dari segala sumber hukum di Indonesia (Pancasila), agar pembaharuan atau hukum yang diciptakan adalah benar-benar merupakan rules for the game of life bagi masyarakat luas.
2.Hendaknya sering dilakukan diskusi (pembahasan ulang) oleh pakar filsafat hukum terhadap perundang-undangan yang masih belum memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat luas, dan tentunya peran diskusi ilmiah antar pakar filsafat hukum di indonesia sangatlah urgen untuk dilakukan dalam mengubah hukum yang hanya mengedepankan legalitas belaka, tanpa melihat living law yang terjadi dalam masyarakat, serta mengingat sekian lama Indonesia di doktrin oleh Belanda untuk dipaksa”, memakai sistem Civil law yang bermuara pada legalitas belaka, yang terkadang sering tidak bermuara pada keadilan yang seutuhnya.
3.Terkhusus bagi mahasiswa-i pemerhati hukum pada Perguruan Tinggi, haruslah terus belajar terhadap hakikat filsafat hukum, yang nantinya pasti akan berguna bagi perbaikan sistem hukum di Indonesia yang masih dirasa carut marut.


DAFTAR PUSTAKA
1.Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, cetakan kedua , Badan Penerbit Iblam Jakarta, 2006
2.Darmodiharjo, dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, cetakan keenam, Mei 2006
3.Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta cetakan keenam belas, 2003
4.Slide Muchsin, yang di sampaikan pada mahasiswa Pascasarjana Magister Hukum Untag (Universitas 17 Agustus) Surabaya angkatan ke 18
5.Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, alih bahasa Arief sidharta, Citra Aditya bakti, cetakan kedua, 1999