BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sistem Pemerintahan Republik Indonesia tidak terlepas dari pelaksanaan sistem-sistem di berbagai sektor lainnya yang mendukung roda pemerintahan, termasuk pula sistem hukum dan arah politik hukum dalam mencapai rencana dan tujuan bernegara. Memperhatikan UUD 1945 beserta ke-4 perubahannya dalam upaya mewujudkan masyarakat yang adil dan demokratis, pembangunan hukum memainkan peranan penting dalam menjamin dan melindungi kehidupan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Berbagai perubahan yang terjadi dalam ketatanegaraan Republik Indonesia dan perkembangan dunia global juga berpengaruh pada sistem hukum dan arah politik hukum Indonesia, perlu upaya pembenahan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Pembenahan terhadap sistem di berbagai sektor yang ada ditujukan bagi upaya perbaikan dengan tetap berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945. Arah politik hukum yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia terfokus pada profesionalisme para penegak hukum, rendahnya kualitas para penegak hukum, penyalah gunaan profesi. Mengingat permasalahan diatas sangat merugikan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Penegakan hukum merupakan salah satu agenda reformasi yang sudah 10 tahun berjalan. Apakah penegakan hukum yang diharapkan oleh masyarakat itu telah tercapai? Untuk menjawab pertanyaan ini, masyarakat mungkin memiliki tanggapan yang beragam. Ada yang menjawab belum, lebih buruk, ada sedikit kemajuan, atau mungkin ada juga yang menilai sudah lebih baik. Masing-masing jawaban tersebut merupakan out put dari kinerja aparat penegak hukum yang langsung dirasakan oleh setiap anggota masyarakat dalam aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan hukum. Misalnya saat razia kendaraan, pembuatan SIM, pemeriksaan di Kepolisian, Kejaksaan, sidang pengadilan dan lain-lain. Artinya penilaian terhadap ada tidaknya reformasi hukum, salah satu indikatornya dapat dilihat dari penilaian setiap orang ketika ia terlibat aktivitas hukum yang tentunya melibatkan aparat penegak hukum. Apabila dalam aktivitas hukum tersebut justru keluar dari jalur hukum, seperti adanya suap menyuap, pungli, tebang pilih, atau KUHP yang dipelesetkan menjadi Kasih Uang Habis Perkara. Maka tidak salah apabila penilaian negatif diberikan terhadap kinerja aparat penegakan hukum. Padahal yang melakukannya hanyalah oknum tertentu saja dari sekian banyak aparat penegak hukum, namun berakibat pada citra buruk aparat penegak hukum secara keseluruhan.
Pada beberapa kasus kejahatan, peredaran narkoba, dan kasus perjudian, secara terang dan jelas ada pihak yang dilindungi, bahkan dimiliki langsung oleh oknum aparat penegak hukum. Kemudian adanya dugaan suap dari tersangka atau terdakwa, yang diterima atau malah diminta oknum penegak hukum agar perkaranya tidak diperiksa atau dapat segera ditutup. Adanya pengerahan massa di pengadilan karena keputusan hakim yang dinilai tidak adil, dan terungkapnya komunikasi Artalyta dengan petinggi Kejaksaan Agung, bahkan juga diduga menyeret oknum hakim di Mahkamah Agung. Kesemunya itu merupakan indikasi adanya mafia peradilan dan semakin turunnya kualitas dalam upaya reformasi hukum.
B.Rumusan Masalah
Dilihat dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang diungkapkan lebih lanjut dalam penulisan ini adalah ;
1.Apakah pengertians / hakikat filsafat hukum ?
2.Peranan pentingya / kontribusi filsafat hukum dalam melahirkan penegak hukum yang professional.
C.Ruang Lingkup Penulisan
Kajian penulisan karya ilimiah ini akan difokuskan pada pembahasan secara umum mengenai peranan pentinnya filsafat hukum dalam menciptakan penegak hukum yang professional dalam mewujudkan sistem hukum dan arah politik hukum yanga baik dalam mencapai rencana dan tujuan bernegara serta upaya mewujudkan masyarakat yang adil, makmur sejahtera, aman, tentram dan demokratis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Pengertian Filsafat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan atau juga berarti ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika dan epistemologi.
Pakar Filsafat kenamaan Plato (427 - 347 SM) mendefinisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli, Kemudian Aristoteles (382 - 322 SM) mengartikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, dan berisikan di dalamnya ilmu ; metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
Secara Umum Pengertian Filsafat adalah Ilmu pengetahuan yang ingin mencapai hakikat kebenaran yang asli dengan ciri-ciri pemikiran yang rasional, metodis, sistematis, koheren, integral, baik yang bersifat inderawi maupun non inderawi.
Pendapat lain mengatakan filsafat adalah merupakan suatu perenungan atau pemikiran secara mendalam terhadap sesuatu hal yang telah kita lihat dengan indera penglihatan, kita rasakan dengan indera perasa, kita cium dengan indera penciuman ataupun kita dengar dengan indera pendengaran samapai pada dasar atau hakikat daripada sesuatu hal tersebut.
Selanjutnya filsafat hukum dapat disebut juga sebagai filsafat tingkah laku atau nilai – nilai etika, yang mempelajari hakikat hukum. Filsafat hukum ialah merupakan ilmu yang mengkaji tentang hukum secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat (Darji Darmodiharjo, shidarta, 2004 : 11).
Dari tiga sifat yang membedakannya dengan ilmu-ilmu lain manfaat filsafat hukum dapat dilihat.Filsafat memiliki karakteristik menyeluruh/Holistik dengan cara itu setiap orang dianggap untuk menghargai pemikiran, pendapat, dan pendirian orang lain. Disamping itu juga memacu untuk berpikir kritis dan radikal atas sikap atau pendapat orang lain. Sehingga siketahui bahwa manfaat mempelajari filsafat hukum adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah, dan menuntun pada jalan baru.
Subye / obyek filsafat hukum
Berfikir merupakan subjek dari filsafat akan tetapi tidak semua berfikir berarti berfilsafat. Subjek filsafat adalah seseorang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh dan mendalam. Subjek filsfat adalah seseroang yang berfikir / memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Seperti halnya pengetahuan, Maka filsafatpun (sudut pandangannya) ada beberapa objek yang dikaji oleh filsafat
Objek filsafat, objek itu dapat berwujud suatu barang atau dapat juga subjek itu sendiri contohnya si aku berfikir tentang diriku sendiri maka objeknya adalah subjek itu sendiri. Objek filsafat dapat dibedakan atas 2 hal :
1.Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada dan ada yang tidak harus ada
a.Ada yang harus ada, disebut dengan absoluth/ mutlak yaitu Tuhan Pencipta
b.Ada yang tidak harus ada, disebut dengan yang tidak mutlak, ada yang relatif (nisby), bersifat tidak kekal yaitu ada yang diciptakan oleh ada yang mutlak (Tuhan Pencipta alam semesta)
2.Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh karena mengasas, maka filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan tidak kebenaran / Sudut pandangan.
Tujuan dan Fungsi Filsafat Hukum
1.Tujuan Filsafat Hukum
a.Louis O Kattsoff mengatakan di dalam bukunya, bahwa filsafat bertujuan untuk mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini, menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu di dalam bentuk yang sistematis. Katanya lebih lanjut, filsafat membawa kita pada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak (1992 : 03). Filsafat dapat kita jadikan sebagai pisau analisis dalam menganalisa suatu masalah dan menyususn secara sistematis suatu sudut pandang ataupun beberapa sudut pandang, yang kemudian dapat menjadi dasar untuk melakukan suatu tindakan.
b.Menjelaskan nilai-nilai dan dasar-dasar hukum sampai pada dasar filosofisnya ditemukan hakikat, esensi, substansi, ruh-nya hukum shg hukum mampu hidup dalam masyarakat, (kejujuran,kemanusiaan,keadilan,equity)
2.Fungsi Filsafat Huku
a.Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hukum dalam hidup bersama
b.Menumbuhkan ketaatan pada hukum
c.Menemukan ruhnya hukum
d.Menghidupkan hukum dalam masyarakat Memacu penemuan hukum baru
Aliran Filsafat Hukum
1.Aliran hukum alam
Prinsip : Hokum itu berlaku scr universal dan bersifat pribadi
Jenis:
a.Hukum alam yg bersumber dr tuhan
b.Hukum alam yg bersumber dr rasio manusia
Tokoh : Thomas Aquinas,
menurutnya hukum ada 4, yaitu :
1)Lex aeterna: ratio tuhan, bukan indra manusia
2)Lex divina: bagian ratio tuhan = indra manusia
3)Lex naturalis; penjelmaan lex aeterna dlm ratio manusia
4)Lex positivis: hukum yg berlaku, yg merupakan pelaksanaan hukum alam,disesuaikan dengan keadaan dunia.
2.Aliran hukun positif
Didasari oleh pemikiran hukum legisme
Tokoh : John Austin , hukum adalah perintah dr penguasa untuk mengatur makhluk. berfikirà hukum merupakan system yg logis, tetap, tertutup. Hokum terpisah dari keadaan dan pertimbangan nilai-nilai moral.
Menurutnya hukum dibagi mjd :
a.Hokum yg dicipta tuhan
b.Hokum dr manusia : hukum yg sesungguhnya dan hukum yg semu
c.Hokum yg sesungguhnya terdiri dr hukum yg dibuat penguasa (UU0, dan hukum yg dibuat pribadi w.n utk mengatur hak-haknya. Sedangkan hukum yg semu hanya mengikat bagi yg berkepentingan.
d.Hokum yg sesungguhnya terdr dr 4 unsur : adanya perintah, adanya sanksi, adanya kewajiban, adanya kedaulatan.
3.Aliran mazhab sejarah
Tokoh : Von Savigny , Hokum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
Dasar pemikiran : bangsa à jiwa rakyatà perbedaan kebudayaan dan hukum yg berlaku, shg tidak ada hukum yg universal. Isi hukum ditentukan oleh pergaulan bangsa yg bersangkutan dari masa ke masa, shg hukum merupakan hasil perjalanan sejarah suatu bangsa.
4.Aliran sociological jurisprudence
Sintesa dr aliran hukum positif dan mazhab sejarah.
Hanya hukum yg sanggup menghadapi ujian akal akan bertahan hidup. Unsur kekal dr hukum adalah pernyataan akal yg berdasar pengalaman dan diuji oleh pengalaman juga. Pengalaman dikembangkan oleh akal, akal diuji oleh pengalaman. Shg hukum is pengalaman yg diatur dan dikembangkan oleh akal, kemudian diumumkan dg wibawa oleh badan pebentuk UU dlm masy.yg berorganisasi politik dan dibantu oleh kekuasaan masy. Inti ajarannya : Living law in live.
5.Aliran pragmatic legal realism
Tokoh :John Chipman Gray, Karl Leewelly
Inti ajaran ; Agar hukum (UU) bermanfaat betul bagi masyarakat, maka dalam pembuatannya harus memperhatikan logika, kepribadian, politik, prasangka, dan ekonomi.
B.Peranan pentingya / kontribusi filsafat hukum dalam melahirkan penegak hukum yang professional.
Menegakan tata masyarakat yang teratur, mulia, adil, elegan, berwibawa dan bertahan di muka bumi adalah tugas kemanusiaan dan tujuan utama dari hukum. Sebuah bangunan masyarakat pada sejatinya terdiri dari individu-individu. Tidak ada individu yang bisa bertahan hidup tanpa masyarakat. Dalam konteks kemanusiaan, masyarakat dibentuk dan membentuk dengan sendirinya untuk saling menguatkan, saling menolong, dan saling menyempurnakan. Konsep silaturahmi yang dimulai dari orang-orang terdekat baik secara genetik maupun secara geografis hingga orang terjauh, menunjukan betapa pentingnya kebermasyarakatan atau hidup bermasyarakat. Masyarakat atau society juga berarti civilized community, komunitas yang beradab, atau masyarakat madani. Dengan demikian dalam masyarakat terkandung makna komunitas, sistem organisasi, norma, tata aturan, peradaban dan silaturahmi, interaksi dan komunikasi.
Kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi telah membawa perubahan besar, dan salah satu akibatnya adalah perubahan paradigma kehidupan dan keilmuan dengan berbagai jenisnya, baik yang positif maupun negatif, yang pada giliranya tidak jarang perubahan yang terjadi berada di wilayah kisaran pergeseran nilai dan mentalitas di wilayah intelektual-pendidikan, ekonomi, politik, budaya dan hukum. Fakta menunjukan bahwa tingkat peradaban dan gegap gempita pembangunan, terkadang membuat mata terpana, hati dan pikiran terpesona bahwa rakyat di negeri yang bersendikan hukum ini akan berjaya, cerdas, aman, sejahtera, adil dan makmur. Namun realitas menunjukan sebaliknya, ketimpangan sosial tidak jarang terjadi di mana-mana, pertikaian, pemerkosaan, penganiayaan, pembunuhan, korupsi, dan ketidak berdayaan (kemiskinan) menjadi suatu keniscayaan dari potret bangsa ini.
Dari aspek pendekatan kefilsafatan, secara ontologi, pendidikan sebagai suatu aktivitas merupakan sesuatu yang ada dan berada. Pendekatan ini memandang hakikat pendidikan terkait dengan hakikat keberadaan pendidikan itu sendiri. Keberadaan pendidikan tidak terlepas dari keberadaan manusia, oleh sebab itu hakikat pendidikan berkenaan dengan hakikat manusia. Apakah manusia itu dan apa makna keberadaannya. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk ciptaan Allah yang terdiri atas unsur jasmani dan rohani sebagai potensi hidupnya. Manusia pada awalnya tercipta dalam wujud yang sangat lemah dan tak berdaya, kemudian mengalami pertumbuhan seiring dengan perjalanan waktu, dan potensi jasmani dan rohani akan bertumbuh secara baik manakala memperoleh perlakuan dan lingkungan yang baik, sebaliknya potensi tersebut tidak akan bertumbuh secara baik jika memperoleh perlakuan dan lingkungan yang jelek. Perlakuan yang dimaksudkan itu adalah semua jenis tindakan atau interaksi sosial-kultural antara anak manusia dengan lingkungannya.
Dari aspek epistemologi, yang menjadi masalah pendidikan adalah akar atau kerangka pendidikan sebagai ilmu. Pendekatan ini memandang pendidikan pada hakekatnya sebagai suatu proses yang inheren dengan konsep manusia. Artinya manusia dapat dimanusiakan hanya melalui proses pendidikan, baik dalam makna persekolahan, pendidikan nonformal, maupun penididikan sebagai jaringan-jaringan kemasyarakatan. Pendekatan tersebut memberi gambaran bagaiamana kebermaknaan proses pendidikan yang dapat memberi mamfaat bagi pemanusiaan manusia, dengan perkataan lain bagaimana proses pendidikan itu dapat berlangsung efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan suasana dan tingkat keadaan manusia.
Menurut Nanang Fattah pendidikan itu memiliki beberapa ciri yaitu;
1.Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga bermamfaat untuk kepentingan hidup
2.Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam memilih isi (materi), strategi, dan teknik penilaianya yang sesuai
3.Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pemaparan di atas mengandung makna bahwa proses pendidikan merupakan proses penyelamatan kehidupan sosial dan penyelamatan lingkungan yang memberikan jaminan hidup yang berkesinambungan. Proses pendidikan yang berkesinambungan berarti bahwa manusia tidak pernah akan selesai. Pendidikan tidak berhenti ketika peserta didik menjadi dewasa tetapi akan terus menerus berkembang selama terdapat interaksi anatara manusia dengan lingkungan sesama manusia serta dengan lingkungan alamnya.Proses pendidikan juga berarti menumbuh kembangkan eksistensi manusia. Karena keberadaan manusia adalah suatu keberadaan interaktif, dan interaksi tersebut bukan hanya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan alam dan dunia ide termasuk dengan Tuhannya. Dengan demikian eksistensi manusia akan selalu berarti apabila hubungan dengan sesama manusia di planet bumi ini baik, termasuk memelihara hubungan baiknya dengan alam dan dengan Tuhannya. Di sinilah letak urgensi dan kebermakanaan pendidikan bagi manusia untuk pemanusiaan dan pendewasaan.
Kita sangat memerlukan suatu ilmu yang sifatnya memberikan pengarahan/ ilmu pengarahan. Dengan ilmu tersebut, manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan yang di dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat manusia. Hanya ilmu filsafatlah yang dapat diharapkan mampu memberi manusia suatu integrasi dalam membantu mendekatkan manusia pada nilai-nilai kehidupan untuk mengenai mana yan gpantas kita tolak, mana yang pantas kita tujui, mana yang pantas kita ambil sehinga dapat memberikan makna kehidupan. Ada beberapa factor utama dan bebrapa factor pendukung pentingnya filsafat bagi manusia / dan para penegak hukum yaitu ;
Perana utama filsafat hukum dalam menciptakan penegak hukum yang professional adalah ;
1.Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hukum dalam hidup bersama
2.Menumbuhkan ketaatan pada hukum
3.Menemukan ruhnya hukum
4.Menghidupkan hukum dalam masyarakat
5.Memacu penemuan hukum baru
Factor peran pentingya filsafat bagi para penegak hukum yang professional adalah ;
1.Dengan belajar filsafat diharapkan akan dapat menambah ilmu pengetahuan, karena dengan bertambahnya ilmu akan bertambah pula cakrawala pemikiran dan pangangan yang semakin luas
2.Dasar semua tindakan. Sesungguhnya filsafat di dalamnya memuat ide-ide itulah yang akan membawa mansuia ke arah suatu kemampuan utnuk merentang kesadarannya dalam segala tindakannya sehingga manusia kaan dapat lebih hidup, lebih tanggap terhadap diri dan lingkungan, lebih sadar terhadap diri dan lingkungan
3.Dengan adanya perkembangan ilmu pengethauan dan teknologi kita semakin ditentang dengan kemajuan teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan demikian cepatnya, pergeseran tata nilai, dan akhirnya kita akan semakin jauh dari tata nilai dan moral
Setiap profesi termasuk aparat pemerintah menggunakan filsafat hukum untuk menyediakan struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan garis batas nilai yang dijadikan acuan dalam mengemban tugasnya sehari-hari. Dengan demikian dapat dikatakan filsafat hukum ibarat kompas yang memberikan atau menunjukkan arah pandang bagi aparat pemerintah sekaligus menjamin mutu moral profesi di hadapan masyarakat.
Hal yang penting dipahami ialah bahwa filsafat hukum tidak membebankan sanksi hukum atau paksaan fisik. Filsafat hukum dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi atau paksaan dari pihak luar setiap orang akan mematuhinya. Dorongan untuk mematuhi filsafat hukum bukan dari adanya sanksi melainkan dari rasa kemanusiaan, harga diri, martabat dan nilai-nilai filosofis.
Ada beberapa maksud yang terkandung dalam pembentukan filsafat hukum, yaitu:
1.Menjaga dan meningkatkan kualitas moral
2.Menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan teknis
3.Melindungi kesejahteraan materiil pengemban profesi
Aparat pemerintah sebagai public servant tidak mungkin melepaskan dirinya dari kehidupan rakyat yang dilayaninya oleh karenanya secara material mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada publik secara baik. Dalam tindakan dan perbuatan aparat pemerintah harus menyesuaikan dengan norma-norma yang dianut dan berlaku dalam kebudayaan rakyat. Dengan memegang norma dan asas-asas yang ada, aparat pemerintah diupayakan tidak akan melakukan perbuatan yang tidak terpuji, menguntungkan pribadi dan membebani anggaran rakyat untuk
kepentingannya. Dengan memahami filsafat hukum, kode etik hukum dan asas pemerintahan diharapkan dapat mengurangi tindakan-tindakan yang tercela, tidak terpuji dan merugikan masyarakat. Perumusan kode etik hukum dan filsafat hukum berperan membawa aparat kepada kesadaran moral akan kedudukan dan profesinya yang diperoleh dari negara atas nama rakyat. Aparat yang menaati kode etik dan menggunakan filsafat hukum akan menempatkan kewajibannya sebagai aparat pemerintah di atas kepentingan-kepentingan yang lain. Asas-asas yang terdapat dalam kode etik hukum dan filsafat hukum administrasi pada dasarnya meliputi lima hal penting yang menghendaki aparat memiliki kesadaran moral dalam menjalankan profesinya. Asas-asas tersebut antara lain :
1.Asas kepastian hukum / The principle of legal security Menghendaki aparat pemerintah selalu membuat keputusan yang sama terhadap kasus yang kondisinya sama.
2.Asas kecermatan / The principle of carefourness Agar dalam fungsinya aparat menyelenggarakan pemerintahan menjalankan KIS (kordinasi, Integrasi, Sinkronisasi).
3.Asas permainan yang layak / The principle of fairplay Menghendaki agar aparat pemerintah selalu menjelaskan seluas-luasnya kepada pihak yang terkait baik diminta maupun tidak
4.Asas keseimbangan / The principle of balance Menghendaki agar pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat selalu menyeimbangkan antara hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pihak yang
5.Asas ketepatan mengambil objek / The principle of good object Mengehendaki agar aparat dalam membuat keputusan hendaknya berfikir secara lintas sektoral sehingga keputusannya bersifat dinamis.
Filsafat huku dan kode etik hukum menjadi sarana guna mendukung pencapaian tujuan organisasi pemerintah. Hal ini mutlak karena organisasi pemerintah hanya akan berhasil meraih sasarannya ketika aparat di dalamnya memiliki aktivitas dan perilaku yang baik. Filsafat hukum dan kode etik berfungsi sebagai patokan sikap mental yang ideal segenap aparat pemerintah yang dapat mendorong keberhasilan organisasinya. Organisasi pemerintahan berhasil jika aparatnya memiliki inisiatif yang baik, teliti, jujur dan memiliki loyalitas tinggi. Kualitas seperti inilah yang hendak dicapai ketika kode etik dan filsafat hukum dirumuskan. Berkaitan dengan keberadaan dan fungsi kode etik aparat pemerintah, pemerintahan yang menjadi harapan masyarakat menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa dapat dikemukakan mengenai birokrasi yang menjadi harapan publik, yaitu:
1.Birokrasi yang mampu menangkap paradigma baru.
Setiap organisasi, tak terkecuali organisasi pemerintah, selalu menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks, terlebih lagi pada era sekarang ini dimana kebijakan pemerintah cenderuung mudah berubah. Hal ini tidak lepas karena adanya pengaruh lingkungan eksternal yang berubah begitu cepat, sehingga berdampak terhadap kehidupan organisasi. Di dalam upaya mengantisipasi perubahan eksternal dan dinamika organisasi tersebut maka peran SDM, yaitu orang-orang yang berada di dalam organisasi sangat menentukan bagi kemajuan organisasi.
Agar tuntutan masyarakat maupun pemerintah dapat dipenuhi atau dilayani oleh organisasi birokrasi maka ada unsur pokok yang minimal harus diperhatikan dan dimiliki birokrasi yaitu upaya membangun komitmen pengembangan diri yang kuat, melalui pengembangan keahlian pribadi (keilmuan), disiplin pribadi yang tinggi memiliki visi kedepan yang jelas serta memiliki kerangka berpikir yang holistik dan interconnectednes (saling berkaitan) dan penghayatan nilai-nilai moral filsafat hukum serta kode etik organisasi dan profesi.
2.Birokrasi yang mampu membebaskan diri dari praktek KKN
Satriyo Budihardjo Judono sebagai Ketua BPK pernah menyatakan bahwa hasil pemeriksaan BPK bukan ditindaklanjuti sebagai upaya pembenahan, malah tidak mengindahkan dan membantah hasil pemeriksaan yang sebelumnya telah diakui. Ini menunjukkan gejala bahwa hasil pemeriksaan BPK maupun juga mungkin aparat pengawasan fungsional pemerintah hanya dianggap sebagai informasi manajemen saja sehingga memberikan kesan bahwa seolah-olah hasil pemeriksaan tidak memberikan manfaat apapun bagi masyarakat yang menghendaki pemerintah yang bersih KKN.
Praktik-praktik oknum aparat pemerintah KKN telah secara nyata membuat citra birokrasi terpuruk. Kewibawaan aparat pemerintah dalam menjalankan fungsi pelayanan seolah-olah tenggelam oleh tradisi buruk tersebut. Diskriminasi pelayanan atas dasar materi secara jelas nampak di depan mata, ada 'uang jalan' urusan cepat beres, tanpa 'uang jalan' kenapa harus dipercepat kalau bisa diperlama, begitu kira-kira kalimat yang pantas melihat realitas global birokrasi selama ini. Seakan-akan urusan-urusan yang berkaitan dengan birokrasi dan aparat pemerintah dapat dimainkan tergantung rupiah yang disodorkan. Inilah yang mendapatkan sorotan masyarakat dimana kewibawaan aparat pemerintah sebagai abdi masyarakat tidak lagi nampak akibat diskriminasi perlakuan terhadap masyarakat. Dalam hal ini kode etik memiliki fungsi dan tujuan menjunjung martabat profesi serta memelihara aparat pemerintahan dengan larangan-larangan untuk melakukan perbuatan yang akan merugikan citra profesi.
Untuk mencapai birokrasi yang steril dari KKN maka secara eksternal diperlukan pengawasan yang intensif dan efektif agar dapat ditanggulangi dan diatasi berbagai penyimpangan. Secara internal upaya terus menerus dilakukan untuk penyempurnaan sistem dan mekanisme kerja serta memperkokoh ketahanan mental dan moral spiritual melalui pengamalan nilai agama dan pemahaman pentingnya pelaksanaan filsafat hukum dan kode etik organisasi.
3.Birokrasi yang baik.
Agar birokrasi dapat berjalan dengan baik, William M. Dunn, Bintoro Tjokromidjojo serta Sophian Effendi mengemukakan bahwa dalam mengelola good governance adanya sinergi antara pemerintah dengan swasta (dunia usaha) dan LSM/masyarakat. Pemerintah lebih berperan sebagai fasilitating dan enabling (kemudahan dan kesempatan) guna menciptakan kondisi lingkungan politik yang kondusif dan kepastian dan penegakan hukum serta kebijakan pemerintah yang jelas. Sektor swasta sebagai pelaku ekonomi menciptakan kesempatan usaha dan lapangan kerja seluas luasnya, dengan membangun perekonomian berbasis kerakyatan. LSM dan masyarakat berperan mengembangkan partisipasi dalam aktivitas sosial, ekonomi pollitik dan menjaga/mengawasi rules of the games dan rules of ethics yang baik dalam interaksi sosial, ekonomi politik dan sebagainya.
Untuk itulah filsafat hukum dan kode etik berperan mengarahkan dan membentuk pola sekaligus sosok ideal aparat pemerintah yang bermoral, aspiratif dengan kepentingan rakyat dan selalu mengutamakan masyarakat. Oleh karena itu penekanan utamanya adalah agar kode etik menjadi pedoman bertindah dan filsafat hukum menjadi pedoman berfikir kepada aparat pemerintah untuk betul-betul melaksanakan instrumen pencapaian good governance seperti yang ditetapkan dalam UU No. 28 Tahun 1999. Undang-Undang ini pada pokoknya menetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi asas kepastian hukum, keterbukaan, profesionalitas dan asas akuntabilitas.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Dari paparan penulis secara singkat diatas, kiranya penulis menyimpulkan sebagai jawaban dari rumusan masalah yang termaktub diatas :
1.Untuk menjawab apakah sebenarnya hakikat filsafat hukum ?
Filsafat Hukum adalah cabang dari filsafat yang mempelajari hukum yang benar, atau dapat juga kita katakan Filsafat Hukum adalah merupakan pembahasan secara filosofis tentang hukum, yang sering juga diistilahkan lain dengan Jurisprudence, adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, yang objeknya dikaji secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat.
Filsafat hukum dalam menyikapi masalah, kita diajak untuk berfikir kritis dan radikal, atau dalam artian kita diajak untuk memahami hukum tidak dalam arti hukum positif semata, karena jika kita hanya mempelajari arti hukum dalam arti positif semata, tidak akan mampu memanfaatkan dan mengembangkan hukum secara baik, jika demikian adanya ketika ia menjadi seorang pengadil (hakim) misalnya, ia hanya menjadi ”corong undang-undang” belaka. Terkait itu penulis sepakat bahwa suatu masalah atau problem pasti dapat dicari apa sebenarnya analisis filsafat hukumnya yang tepat untuk diterapkan, dengan kita menganalisis secara rasional dan kemudian kita mempertanyakan jawaban secara terus menerus, yang jawaban itu tidak hanya dari masalah yang tampak, tetapi sudah pada tataran nilai dari gejala-gejala itu sendiri, maka analisis filsafati seperti inilah yang membantu kita untuk menentukan sikap secara bijaksana dalam menghadapi suatu masalah yang konkrit.
Secara spekulatif filsafat hukum dapat dicapai dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat hukum, kemudian secara kritis, dengan berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi dan fungsinya. Filsafat hukum ini sebenarnya adalah induk dari semua disiplin yuridik, karena filsafat hukum membahas masalah-masalah yang paling fundamental yang timbul dalam hukum, contoh kasus jika ada masalah-masalah yang melampaui kemampuan berpikir manusia, maka filsafat hukum akan merupakan kegiatan yang tidak pernah berakhir, karena mencoba memberikan jawaban pada pertanyaan-pertanyaan.
Kemudian untuk waktu yang lama, dalam sejarah filsafat hukum, orang berpendapat bahwa landasan hukum itu adalah hukum kodrat (filsafat hukum kodrat) yaitu yang berpandangan terdapat suatu kodrat ideal yang abadi, yang takkan berubah sepanjang masa, namun hal ini memunculkan pertanyaan tentang keterikatan denfan tempat dan waktu, orang akan memegang suatu prinsip hukum pada suatu waktu, akan tetapi dilain waktu (masa yang akan datang) apakah hukum akan tetap stagnan dan tetap, maka orang banyak bersepakat bahwa hukum akan selalu dinamis seiring dengan perubahan waktu dan tempat, dengan cara berfilsafat hukum melalui realitas-realitas yang terjadi dalam masyarakat luas.
Secara spekulatif dan secara kritis filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi dan fungsi hukum yang diciptakan, Indonesia memang menganut paham kedaulatan rakyat dari Pancasila, kaitannya filsafat hukum terhadap pembentukan hukum di Indonesia adalah filsafat hukum sangat berperan dalam perubahan hukum kearah lebih demokratis, lebih mengarah pada kebutuhan masyarakat yang hakiki, filsafat hukum mengubah tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang pernah berlaku di Indonesia, dimulai dari berlakunya tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang didasari TAP XX/MPRS tahun 1966, kemudian tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang didasari TAP III/MPR/2000, sampai terakhir adalah tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang didasari Pasal 7 UU Nomor 10 Th 2004 yang hingga kini berlaku di Indonesia, pengubahan itu atas dasar pembaharuan yang didasari pada asas kemanfaatan dan asas keadilan, jadi pembaharuan hukum lewat filsafat hukum di Indonesia ada pada teori hukumnya 24, hal ini telah sesuai dengan bunyi kalimat kunci dalam Penjelasan UUD 1945 : Undang-undang dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya, maka perubahan hukum di Indonesia adalah didasarkan dari ide-ide pasal-pasal dalam Batang Tubuh berikut dengan Penjelasan UUD 1945 (sebagai teori hukumnya).
Kita harus tahu pula bahwa fungsi hukum nasional adalah untuk pengayoman, maka perubahan atau pembangunan hukum Indonesia harus melalui proses filsafat hukum yang didalamnya mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan tingkat-tingkat kemajuan pembangunan disegala bidang, juga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat luas yang cenderung majemuk, yang mana hukum yang diciptakan adalah merupakan rules for the game of life, hukum diciptakan untuk mengatur prilaku anggota masyarakat agar tetap berada pada koridor nilai-nilai sosial budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan yang terpenting hukum diciptakan sebagai pemenuhan rasa keadilan bagi masyarakat luas, tanpa membedakan ras, golongan, suku, partai, agama, atau pembedaan lain.
B.Saran
1.Hendaknya bagi pemegang kekuasaan di Indonesia terutama (legislatif, Eksekutif, dan yudikatif), agar selalu belajar dan mengkaji lebih jauh tentang filsafat hukum, serta pemahaman terhadap Grundnorm atau sumber dari segala sumber hukum di Indonesia (Pancasila), agar pembaharuan atau hukum yang diciptakan adalah benar-benar merupakan rules for the game of life bagi masyarakat luas.
2.Hendaknya sering dilakukan diskusi (pembahasan ulang) oleh pakar filsafat hukum terhadap perundang-undangan yang masih belum memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat luas, dan tentunya peran diskusi ilmiah antar pakar filsafat hukum di indonesia sangatlah urgen untuk dilakukan dalam mengubah hukum yang hanya mengedepankan legalitas belaka, tanpa melihat living law yang terjadi dalam masyarakat, serta mengingat sekian lama Indonesia di doktrin oleh Belanda untuk dipaksa”, memakai sistem Civil law yang bermuara pada legalitas belaka, yang terkadang sering tidak bermuara pada keadilan yang seutuhnya.
3.Terkhusus bagi mahasiswa-i pemerhati hukum pada Perguruan Tinggi, haruslah terus belajar terhadap hakikat filsafat hukum, yang nantinya pasti akan berguna bagi perbaikan sistem hukum di Indonesia yang masih dirasa carut marut.
DAFTAR PUSTAKA
1.Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, cetakan kedua , Badan Penerbit Iblam Jakarta, 2006
2.Darmodiharjo, dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, cetakan keenam, Mei 2006
3.Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta cetakan keenam belas, 2003
4.Slide Muchsin, yang di sampaikan pada mahasiswa Pascasarjana Magister Hukum Untag (Universitas 17 Agustus) Surabaya angkatan ke 18
5.Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, alih bahasa Arief sidharta, Citra Aditya bakti, cetakan kedua, 1999
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar