Senin, 02 November 2009

PERDAGANGAN WANITA ( WOMAN tRAFIGKING )

KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah Kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga Kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah dalam rangka memenuhi tugas Kriminologi.
Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini Kami ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1.Bpk. Gatot Sugiharto, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing mata kuliah Kriminologi
2.Teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan sumbangan fikiran yang tidak dapat Kami sebutkan satu-persatu.
3.Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dimasa mendatang. Terima kasih.

Yogyakarta, Maret 2009

Penulis






I.PENDAHULUAN
Setiap mahluk Tuhan Yang maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemulian harkat, martabatnya bahkan setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudara-an. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi, yang di lindungi oleh undan-undang Berdasrkan Pancasila dan UUD RI tahun 1945.
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, hak bebas mengeluarkan pendapat dan pikiran baik secara lesan maupun tertulis, hak beragama, hak mendapatkan pendidikan dan pelajaran, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhamba, tak terkecuali anak-anak dan perempuan khususnya, Setiap anak dan perempuan berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Maka dari itu Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Pancasila dan undang-undang, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia. Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah tersebut meliputi langkah implementasi (pelaksanaan) yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.
Perbudakan atau penghambaan pernah ada dalam sejarah Bangsa Indonesia. Pada jaman raja-raja Jawa dahulu, yang membentuk landasan dengan meletakkan perempuan sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dan untuk menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran. Bahka pada masa penjajahan Belanda, industri seks menjadi lebih terorganisir dan berkembang pesat yaitu untuk memenuhi kebutuhan pemuasan seks masyarakat Eropa seperti serdadu, pedagang dan para utusan yang pada umumnya adalah bujangan.Selain memaksa perempuan pribumi dan perempuan Belanda menjadi pelacur, Jepang juga membawa banyak perempuan ke Jawa dari Singapura, Malaysia dan Hong Kong untuk melayani para perwira tinggi Jepang.
Dalam era kemerdekaan terlebih di era reformasi yang sangat menghargai Hak Asasi Manusia, masalah perbudakan atau penghambaan tidak ditolerir lebih jauh keberadaannya. Secara hukum Bangsa Indonesia menyatakan bahwa perbudakan atau penghambaan merupakan kejahatan terhadap kemerdekaan orang yang diancam dengan pidana penjara lima sampai dengan lima belas tahun (Pasal 324-337 KUHP). Namun kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang meng-akselerasi terjadinya globalisasi, juga dimanfaatkan oleh oknum kejahatan untuk menyelubungi perbudakan dan penghambaan itu ke dalam bentuknya yang baru yaitu: perdagangan orang (trafficking in persons), yang beroperasi secara tertutup dan bergerak di luar hukum. bahwa perdagangan orang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun dalam negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia, bahkan pelaku perdagangan orang (trafficker), yang dengan cepat berkembang menjadi sindikat lintas batas negara dengan sangat halus menjerat mangsanya, tetapi dengan sangat kejam mengeksploitasinya dengan berbagai cara sehingga korban menjadi tidak berdaya untuk membebaskan diri








II.RUMUSAM MASALAH
A.Apa pengertian dari perdagangan wanita?
B.Bagaimana peran serta pemerintah dalam penanggulangan perdagangan wanita?
C.Bagaimana kebijakan yang di perlukan untuk penanggulangan perdagangan wanita?
D.Bagamana perlindungan korban perdagangan wanita?
E.Bagaimana dasar hukum perdagangan wanita menjerat?
F.Bagaimana sanksi perdagangan wanita?

























III.PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN
Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang no. 21 tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak perdangan orang.
Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang, dan setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang.
Korporasi adalah kumpulan orang atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, dan Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. Eksploitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.
Perekrutan adalah tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya. Pengiriman adalah tindakan memberangkatkan atau melabuhkan seseorang dari satu tempat ke tempat lain. Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum, dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan, atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang.
Ancaman Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya. Rehabilitasi adalah pemulihan dari gangguan terhadap kondisi fisik, psikis, dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Penjeratan Utang adalah perbuatan menempatkan orang dalam status atau keadaan menjaminkan atau terpaksa menjaminkan dirinya atau keluarganya atau orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau jasa pribadinya sebagai bentuk pelunasan utang. Sesuai Undang-Undang no. 21 tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak perdangan orang.

B.PERAN SERTA PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN PERDAGANGAN WANITA
Perdagangan manusia (trafficking) berupa tenaga kerja perempuan, tidak dapat dipungkiri, masih terus terjadi, baik yang ada di dalam negeri maupun luar negeri. Jika dilihat dari sudut pandang Hukum Ketenagakerjaan, timbulnya peristiwa ini manandakan masih adanya celah dalam UU Ketenagakerjaan, sehingga tidak mampu mendukung pencegahan kejahatan perdagangan tenaga kerja. Meskipun secara normatif, perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan dipayungi oleh UU 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, di mana dalam rumusannya secara khusus mengatur tentang pekerja perempuan. Selain itu khusus dalam UU 39 tahun 2004 tentang PPTKI diperuntukkkan bagi pekerja/buruh migran (TKI yang bekerja di luar negeri). Tetapi dalam kenyataannya perdagangan wanita di Indonesia dinilai sudah sangat memprihatinkan. Indonesia digolongkan sebagai negara dalam standar tiga, yang artinya negara ini dinilai tidak serius menangani perdagangan wanita “Agusmidah menambahkan, Indonesia dalam peringkat tersebut dikategorikan sebagai negara yang memiliki korban dalam jumlah yang besar dan pemerintah belum sepenuhnya menerapkan standar minimum, serta belum melakukan usaha yang berarti dalam memenuhi pencegahan dan penanggulangan trafficking. (sriwijaya pos, tahun 2006,hal 14) Bahkan Indonesia juga tidak memiliki data yang memadai tentang wanita. Ketidak seriusan pemerintah dalam menangani perdagangan wanita diperkuat denga pernyataan dari Meneg Pem-berdayaan Perempuan, Sri Redjeki Sumarjoto bahwa “Indonesia belum memiliki data yang pasti tentang berapa jumlah wanita yang diperdagangkan (sriwijaya pos, tahun 2006,hal 14), Berdasarkan statistik yang ada, wanita Indonesia banyak yang diperdagangkan di Malaysia dan Singapura dan sebagian besar dari mereka berasal dari daerah Indramayu dan Sukabumi. Di Indonesia ada sekitar 34,2% wanita yang menikah di bawah usia 18 tahun”. Terbukti dengan disampaikanya pernyataan dari “Meneg Pem-berdayaan Perempuan, Sri Redjeki Sumarjoto, juga mengakui bahwa Indonesia belum memiliki UU yang mengatur tentang perdagangan wanita. Sedangkan saat ini hanya berdasarkan Pasal 297 KUHP yang sejauh ini belum dapat dipakai sebagai acuan dalam menyelesaikan masalah tersebut. (sriwijaya pos, tahun 2006,hal 14).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan wanita;
1.Negara tersebut tidak serius dalam menangani masalah perdagangan wanita.
2.Negara itu tidak memiliki UU yang mengatur tentang perdagangan wanita.
3.Negara tersebut merupakan negara transit bagi perdagangan wanita. Selain itu, merupakan negara pengirim wanita untuk diperdagangkan.
4.Negara tersebut tidak memiliki data tentang berapa banyak jumlah wanita yang diperdagangkan
5.Berpendidikan rendah dan berpengetahuan terbatas
6.Krisis ekonomi seperti hilangnya pendapatan suami/orang tua, suami/orang tua sakit keras, atau meninggal dunia;
7.Masalah sosial seperti korban kekerasan fisik, psikis, seksual, pernikahan dini; mereka yang mendapat tekanan dari orang tua atau lingkungannya untuk bekerja
Modus operandi rekrutmen;
1.Dengan rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan atau janji palsu
2.Menjebak/menjerat dengan hutang, mengancam,
3.Menyalahgunakan wewenang,
4.Mengawini atau memacari,
5.Menculik, menyekap, atau memperkosa.

Perantara yang dipakai para pelaku perdagangan wanita;
1.Pariwisata, duta seni,
2.Jalur PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia),
3.Pendidikan modus-nya pertukaran pelaja

C.KEBIJAKAN
a.Kebijakan non penal
Penindakan hukum kepada pelaku, sesuai dengan kewenangannya diselenggarakan oleh yang berwajib (Kepolisian, Kejaksaan danPengadilan), akan tetapi mengingat perdagangan orang merupakan tindak kejahatan yang beroperasi diam-diam, maka diharapkan kepada masyarakat umum, lembaga kemasyarakatan dan LSM, mensosialisasikan agar ikut berpartisipasi aktif dalam mengungkap kejahatan ini dengan cara memberikan informasi kepada yang berwenang jika melihat, menyaksikan atau mengindikasi adanya kegiatan perdagangan orang atau hal-hal yang dapat diduga menjurus kepada terjadinya kejahatan itu, maka di butuhkan suatu kebijakan non penal berupa;
1.Meningkatkan pendidikan yaitu sistem wajib belajar sembilan tahun,
2.Pembaharuan Undang-undang Perkawinan,
3.Meningkatkan ketahanan keluarga,
4.Meningkatkan ekonomi keluarga,
5.Menyebarluaskan informasi atau mengampanyekan anti kekerasan di dalam rumah tangga,
6.Meningkatkan kapasitas penegak hukum yaitu Melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian di daerah perbatasan, imigrasi dan kedutaan besar,
7.Peningkatan pengawasan dan
8.Kerja sama dengan Negara lain.

Hambatan-hambatan yang di lalui dalam mewujudkan kebijakan non penal adalah;
1.Kurangnya kesadaran penduduk
2.Kurangnya pemahaman akan arti pendidikan
3.SDM yang kurang memedai
4.Budaya daerah atau keluarga
5.Adanya rasa takut dalam menyampaikan kampanye
6.Kurangnya dukungan dari pemrintah setempat
7.Krisis global atau krisi ekonomi
8.Krisis kepercayaan kepada pemeritahan

a.Kebijakan penal
Dikeluarkannya kebijakan non penal oleh pemerintah yang diharapkan bisa membantu dalam penanggulangan kejahatan perdagangan wanita bukanlah suatu jaminan tercapainya penanggulangan perdagangan wanita, karena dalam kenyataannya belum bisa mendukung pelaksanaan pemberantasan kejahatan perdangan wanita maka dari itu diperlukannya sustau aturan yang baku dan mengikat seperti hal-nya undang-undang yang khusus mengatur tentang perdagangan manusia khususnya perdagangan anak dan wanita Undang-undang no. 21 tahun 2007 tetang pemberantasan tindak perdagangan orang. Tetapi meskipun kebijakan penal berupa undang-undang telah di bentuk keberadaan kejahatan perdaganga wanita masih sering terjadi bahkan terselubung dengan rapi dan aman oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.


D.PERLINDUNGAN KORBAN
Perlindungan korban perdagangan orang meliputi kegiatan: Penampungan dalam tempat yang aman, pemulangan (ke daerah asalnya atau ke dalam negeri) termasuk upaya pemberian bantuan hukum dan pendampingan, rehabilitasi (pemulihan kesehatan fisik, psikis), reintegrasi (penyatuan kembali ke keluarganya atau ke lingkungan masyarakatnya) dan upaya pemberdayaan (ekonomi, pendidikan) agar korban tidak terjebak kembali dalam perdagangan orang. Upaya perlindungan korban dilaksanakan oleh Pemerintah RI bersama dengan mitranya: LSM baik lokal, nasional maupun internasional, organisasi masyarakat, Lembaga Pengabdian Masyarakat Perguruan Tinggi, dan perseorangan yang peduli dengan masalah ini.
Pemerintah RI memberikan perlindungan kepada warga negaranya di manapun dia berada, baik di dalam maupun di luar negeri. Perwakilan RI di luar negeri adalah lembaga Pemerintah yang bertanggung jawab memberikan perlindungan kepada warga Negara Indonesia (WNI) sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Perlindungan yang diberikan selain layanan kesehatan, konseling, dan bantuan administratif, juga termasuk memberikan penampungan yang aman serta mengusahakan pemulangannya ke Indonesia. Pasal 19: Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban untuk memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional. Pasal 21: Dalam hal warga negara Indonesia tercancam bahaya nyata, Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban memberikan perlindungan, membantu, dan menghimpun mereka di wilayah yang aman, serta mengusahakan untuk memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya Negara, koordinasi penanganan masalah WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) di luar negeri berada di Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler, Departemen Luar Negeri. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di sektor formal di luar negeri pada umumnya tidak mengalami kesulitan mengakses layanan ini, namun untuk tenaga kerja yang bekerja di sektor informal dan masuk ke suatu negara melalui jalur tidak resmi seringkali mengalami hambatan untuk mengakses layanan dan bantuan dari Perwakilan RI di luar negeri karena biasanya mereka tidak melapor atau tidak diberikan kesempatan melapor oleh agen penempatan atau majikannya. Korban perdagangan orang yang biasanya ditahan dokumen keimigrasiannya dan disekap di tempat tertentu, sangat sulit mengakses perlindungan ini. Oleh karena itu, informasi mengenai “bagaimana bermigrasi yang aman”, perlu disebarluaskan ke masyarakat di dalam negeri sehingga bila suatu saat karena berbagai alasan mereka berada di luar negeri, sudah tahu apa yang harus dilakukan jika menghadapi keadaan darurat.
Di dalam negeri, perlindungan dalam bentuk perawatan medis, psikologis dan konseling termasuk penampungan dan pemulangan ke daerah asal korban, menjadi tanggung jawab sektor-sektor sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kesepakatan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial dan Kepala.

E.DASAR HUKUM
Dasar hukum tentang perdagangan wanita , uu no 21 tahun 2007 tentang tindak pemberantasan perdagangan orang, Pasal 4, Undang-undang No. 39/1999 tentang HAM, “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun”, Pasal 20, Undang-undang No. 39/1999 tentang HAM “Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhamba. Perbudakan atau perhambaan, pedagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang”, Pasal 297 KUHP secara khusus mengatur perdagangan perempuan dan anak laki-laki di bawah umur.




F.SANKSI PELANGGARAN PERDAGANGAN PEREMPUAN.
Secara hukum Bangsa Indonesia menyatakan bahwa perbudakan atau penghambaan merupakan kejahatan terhadap kemerdekaan orang yang diancam dengan pidana penjara lima sampai dengan lima belas tahun (Pasal 324-337 KUHP).
Perbudakan dan penghambaan dalam bentuk perdagangan orang juga dikriminalisasi dalam sistem hukum Indonesia sebagaimana tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 297 “Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun”,
Undang-undang no. 21 tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak perdangan orang. Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.









IV.KESIMPULAN

Perdagangan perempuan adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia yang secara nyata di larang oleh setiap negara. Maka dari itu pemerintah harus menjamin dan memberikan kenyamanan bagi perempuan, setidaknya pemerintah harus memberikan suatu jamonan dan kedudukan pada perempuan. Perdagangan wanita itu sendiri didasari berbagai faktor yaitu; belum adanya suatu undang-undang yang mengatur, pemerintah kurang serius dalam menangani perdagangan wanita, pendidikan yang rendah, kemiskinan, krisis ekonomi, faktor sosial. Maka dari itu pemerintah harus membuat suatu kebijakan guna memberantas atau mengurangi perdagangan orang khususnya perdagangan wanita.
Kebijakan yang harus dilakukan pemerintah dalam menunjang terlaksananya pemberantasan tindak perdagangan orang khusunya perempuan yaitu; meningkatkan pendidikan dengan sistem wajib belajar 9 (Sembilan) tahun, pembaharuan UU Perkawinan, peningkatkan ketahanan keluarga, meningkatkan ekonomi keluarga, mnyebarluaskan informasi atau mengampanyekan anti kekerasan di dalam rumah tangga, meningkatkan kapasitas penegak hukum yaitu melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian di daerah perbatasan, imigrasi dan kedutaan besar, meningkatan pengawasan dan kerja sama dengan Negara lain, selain kebijakan-kebijakan diatas pemerintah harus membuat suatu aturan atau undang-undang yang mengatur khusus tentang perdagangan wanita supaya lebih mengikat dan pelaku akan jera saat akan bertindak.










DAFTAR PUSTAKA

Web-side http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/09/tgl/27/time/121413/idnews/683546/idkanal/10
http://www.unifem.undp.org/global_spanner/e_se_asia.html
http://www.idlo.Int/engglish/external/ipacehneus.asp
Peraturan perundang undangan.
Pasal 20. Undang-undang No. 39/1999 tentang HAM).
uu no. 21 tahun 2007 Tentang pemberantasan tindak perdangan orang
Pasal 297,324-337KUHP
Pasal 19, 21. Undang-undang No. 7 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Makalah penghapusan perdagangan orang (trafficking in persons) di Indonesia tahun 2004-2005. Kementrian Koordintor Bidang Kesejahteraan Rakyat. Jakarta 2005.
Sriwijaya Post Senin 14 Agustus 2006 “Dijanjikan Digaji Rp5juta”

Tidak ada komentar: