Senin, 02 November 2009

PENGERTIAN DAN FUNGSI HUKUM ACARA PERDATA

I.PENGERTIAN DAN FUNGSI HUKUM ACARA PERDATA

A.Pengertian dan Fungsi Hukum Acara Perdata

a.Hukum Acara Perdata adalah Peraturan Hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan perantaraan hakim(Mertokusumo,1998:2)
b.Hukum Acara Perdata adalah seperangkat norma hukum yang mengatur bagaimana caranya menegakkan hukum perdata material,khususnya dalam hal terjadi pelanggaran hak atas subyek hukum tertentu oleh subyek hukum yang lain melalui perantaraan hakim untuk mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri
c.Hukum Acara Perdata secara kongkrit hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,memeriksa dan memutusnya serta pelaksanaan daripada putusannya (Mertokusumo,1998:2)
B.Sumber-sumber Hukum Acara Perdata
a.Sumber Hukum material yaitu sumber hukum dalam arti bahan diciptakannya atau disusun suatu norma hukum.
b.Sumber Hukum Formal yaitu sumber hukum dalam arti dapat ditemukannya atau dapat digalinya satu norma hukum sebagai satu dasar yuridis suatu peristiwa hukum atau suatu hubungan hukum tertentu.
a)Sumber Hukum Material
1)Sumber dalam arti sumber filosofis;
2)Sumber dalam arti sumber sosiologis;
3)Sumber dalam arti sumber historis;
4)Sumber dalam arti sumber yuridis.
b)Sumber Hukum Formal
1)Sumber Hukum Tertulis
1.HIR (S. 1884 no.16, S. 1941 no.44), RBg (S. 1927 no.227), RV (S. 1847 no.52, 1849 no. 63)
2.BW buku IV, WvK dan Peraturan Kepailitan
3.UU no. 1 Tahun 1974 (LN 1) tentang perkawinan
4.Undang-undang No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
5.Undang-undang No.5 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
6.Undang-undang No.8 Tahun 2004 Perubahan atas undang-undang No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
7.Undang-undang No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat
8.UU no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Hingkungan Hidup
9.UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
10.Undang-undang Khusus lainnya dan peraturan-peraturan pelaksana lainnya dalam bidang peradilan
2)Sumber Hukum Tidak Tertulis
1.Yurisprudensi
2.Doktrin dan ilmu Pengetahuan
3.Kebiasaan “Wirjono Prodhodikoro” (Mertokusumo;1998;9)
4.Perjanjian Internasional

1)Hukum acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 2.Pengertian.
2)Hukum acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 7-9. Sumber-sumber hukum.








II.ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
Asas hukum (rechtsbeginsel) adalah pokok pikiran yang bersifat umum yang menjadi latar belakang dari peraturan hukum yang konkret (hukum positif). Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H. mengatakan asas hukum adalah jiwanya peraturan hukum, karena ia merupakan dasar lahirnya peraturan hukum,ialah ratio legisnya peraturan
A.Hakim Bersifat Menunggu
a.Asas ini berarti bahwa inisiatif berperkara di pengadilan ada pada pihak-pihak yang berkepentingan dan bukan dilakukan oleh hakim (inde ne proeedat ex officio). Hakim hanya besikap menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya. Akan adanya proses atau tidak, ada tuntutan hak atau tidak diserahkan sepenuhnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Kalau sudah ada tuntutan yang menyelenggarakan proses adalah Negara.
b.Hal ini karena hukum acara perdata hanya mengatur cara-cara bagaimana para pihak mempertahankan kepentingan pribadinya. Seorang hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan kepadanya, dengan alasan bahwa hukum tidak atau kurang jelas (Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004). Dalam hal ini hakim dianggap tahu akan hukumnya (ius curia novit). Apabila hukum tertulis tidak ditemukan, maka hakim wajib menggali, mengikiti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 28 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004)

B.Hakim Bersikap Pasif
a.Maksud hakim bersikap pasif adalah hakim tidak menentukan ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepadanya,tapi yang menentukan adalah para pihak sendiri. Hakim tidak boleh menambah atau menguranginya. Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal 5 ayat (2) UU No. 5 tahun 2004).
b.Hakim harus mengadili seluruh bagian gugatan, tetapi hakim dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang dituntut (Pasal 178 ayat 2,3 HIR/189 ayat 2, dan 3 Rbg).
c.Namun bukan berarti hakim tidak berbuat apa-apa. Selaku pimpinan sidang hakim harus aktif memimpin jalannya persidangan sehingga berjalan lancar. Hakimlah yang menentukan pemanggilan, menetapkan hari persidangan serta memerintahkan supaya alat bukti yang diperlukan disampaikan dalam persidangan. Hakim juga berwenang memberikan nasihat, mengupayakan perdamaian, menunjukkan upaya-upaya hukum dan memberikan keterangan kepada pihak-pihak yang berperkara (Pasal 132 HIR/156 Rbg). Karena itu sering dikatakan dalam sistem HIR adalah hakim aktif, sedangkan dalam sistem Rv
d.hakim pasif. Karena Rv mewajibkan para pihak mewakilkan kepada orang lain (procureur) dalam beracara dimuka pengadilan.

3)Hanout Suryadi
4)Hukum acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 10-11, Asas-asas hukum acara perdata
5)Hukum acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 12, hakim bersifat pasif






C.Sidang Pengadilan Terbuka untuk Umum
a.Sidang pemeriksaan Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang menentukan lain (Pasal 19 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004), sidang pengadilan dapat dihadiri, didengar dan dilihat oleh siapapun kecuali oleh orang-orang yang memang dilarang oleh undang-undang, tidak dipenuhinya asas ini berakibat putusan hakim menjadi batal demi hukum (Pasal 19 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004).
b.Dengan demikian berarti bahwa setiap orang boleh hadir, mendengar dan menyaksikan jalannya pemeriksaan perkara di pengadilan. Tujuan asas ini adalah untuk menjamin pelaksanaan peradilan yang adil, tidak memihak dan obyektif serta untuk malindungi hak asasi manusia dalam bidang peradila, sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Asas ini membuka ‘social control’ dari masyarakat, yakni dengan meletakkan peradilan dibawah pengawasan umum.
c.Persidangan dapat dilakukan secara tertutup seperti dalam kasus perceraian, perzinahan,perkara yang berkaitan dengan ketertiban umum dan rahasia negara serta pemeriksaan anak dibawah umur.
D.Mendengar Kedua Belah Pihak (audi et alteram partem)
a.Menurut hukum acara perdata, para pihak yang berperkara harus diperlakukan sama, adil dan tidak memihak untuk membela dan melindungi kepentingan yang bersangkutan.
b.Hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai sesuatu yang benar, tanpa mendengar atau memberi kesempatan pihak lain untuk menyampaikan pendapatnya. Demikian pula pengajuan alat bukti harus dilakukan dimuka siding yang dihadiri kadua belah pihak (Pasal 121, 132 HIR/ 145, 157 Rbg).
E.Putusan Hakim Harus Disertai Alasan (Motieviring Plicht)
Pasal 25 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 menegaskan bahwa semua putusan pengadilan harus disertai alasan-alasan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Asas ini dimaksudkan untuk menjaga supaya jangan sampai terjadi perbuatan sewenang-wenang dari hakim. Putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan (onvoeldoende gemotiverd) merupakan alasan untuk mengajukan kasasi dan putusan tersebut harus dibatalkan. Karena ada alasan-alasan inilah suatu putusan mempunyai wibawa, nilai ilmiah dan obyektif.
F.Beracara Dikenakan Biaya
a.Pada prinsipnya beracara perdata dimuka pengadilan dikenakan biaya (Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004). Biaya hanya bisa didaftarkan setelah dibayar panjar biaya perkara oleh yang berkepentingan.
b.Biaya perkara meliputi: biaya kapaniteraan, pemanggilan dan pemberitahuan kepada para pihak, biaya materai serta biaya untuk pengacara apabila menggunakannya.
c.Bagi orang yang tidak mampu,dapat mengajukan perkaranya secara cuma-Cuma (prodeo), dengan menyertakan surat keterangan tidak mampu yang dibuat Kepala Polisi atau Camat setempat, sehinnga biaya perkara akan ditanggung oleh Negara.

G.Tidak Ada Keharusan untuk Mewakilkan
a.Baik dalam HIR maupun dalam Rbg tidak ada keharusan kepada para pihak untuk mewakilkan pengurusan perkaranya kapada kuasa yang ahli hukum, sehingga pemeriksaan dipersidangan dilakukan secara langsung terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Tetapi para pihak juga dapat mewakilkan atau
b.menguasakan kepada orang lain untuk beracara dimuka pengadilan sebagai kuasa hukumnya (Pasal 123 HIR/147 Rbg).


6)Hanout Suryadi
7)Hukum acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 14-18, siding terbuka untuk umum. mendengar kedua belah pihak, putusan harus disertai alas an-alasan, beracara dikenakan beaya, tidak ada keharusan mewakilkan

H.Peradilan Dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (pasal 4 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004)
a.Maksudnya adalah hakim harus selalu insyaf karena sumpah jabatannya, ia tidak hanya bertanggung jawab kepada hukum, diri sendiri dan kepada masyarakat, tetapi bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.Setiap putusan pengadilan harus mencantumkan klausa “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” agar putusan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk melaksanakan putusan secara paksa, apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela
I.Peradilan Dilakukan dengan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan (Pasal 4 ayat (2) UU No.4 tahun 2004)
a.Sederhana maksudnya acaranya jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Makin sedikit dan sederhana formalitas dalam beracara maka semakin baik. Sebaliknya terlalu banyak formalitas atau peraturan akan sulit dipahami dan akan menimbulkan beraneka ragam penafsiran sehingga kurang menjamin adanya kepastian hukum.
b.Cepat menunjuk jalannya peradilan yang cepat dan proses penyelesaiannya tidak berlarut-larut yang terkadang harus dilanjutkan oleh ahli warisnya.
c.Biaya ringan maksudnya biaya yang serendah mungkin sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat. Biaya perkara yang tinggi membuat orang enggan beracara di pengadilan

8)Hanout Suryadi
9)Hukum acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal
















III.KEKUASAAN KEHAKIMAN
A.Kekuasaan Kehakiman Yang Mandiri
a.mandiri dalam tugas yudisial
b.mandiri dalam bidang administrasi
c.mandiri dalam bidang organisasi
d.mandiri dalam bidang financial

B.Kekuasaan kehakiman Yang Merdeka
a.Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia ( Pasal 1 Undang-undang No.4 Tahun 2004 ) “
b.Kekuasaan kehakiman yang merdeka mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial,kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (Penjelasan Pasal 1 UU No.4 / 2004)
c.Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila,sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia (penjelasan Pasal 1 UU No.4 Tahun 2004 ) “ Bersiafat tidak Mutlak dan Dibatasi Oleh
a)Nilai-nilai Norma Hukum;
b)Nilai-nilai Keadilan;
c)Nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
d.Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang,kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 ( Pasal 4 ayat (3) UU No.4 Tahun 2004 )

Asas Obyektifitas
a. Asas ini terdapat dalam pasal 5 ayat (1) UU No.4 tahun 2004, yang menyebutkan: “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang.” Maksudnya hakim dalam menerima, mengadili dan memutuskan setiap perkara harus berlaku adil,obyektif dan tidak boleh memihak pada salah satu pihak. Kedua belah pihak harus diperlakukan sama.
b. Untuk menjamin asas ini, undang-undang menyediakan hak bagi pihak yang diadili yang dinamakan “hak ingkar (recusatie atau wraking).” Yaitu hak seorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya. yang terdapat dalam pasal 29 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004.
a) Dasar alasan hak ingkar:
Dasar pengajuan hak ingkar (pasal 29 ayat (3,4,5) UU No. 4 tahun 2004, pasal 374 ayat (1) HIR)
1)Apabila seorang hakim terikat hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau
semenda antara seorang hakim dan ketua, jaksa, penasehat hukum, atau panitera dalam suatu perkara tertentu atau hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan yang diadili.
2)Apabila perkara yang diperiksa oleh hakim atau panitera terkait dengan kepentingannya sendiri secara langsung maupun tidak langsung.
Sebaliknya berdasarkan alasan-alasan yang sama pula hakim wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara yang bersangkutan atas permintaan sendiri maupun atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan (pasal 29 ayat (3) UU No. 4 tahun 2004, 374 HIR, 702 ayat 2 Rbg: excusatie, verschoningsrecht).

Susunan Persidangan dalam Bentuk Majelis
a.Pasal 17 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 menyatakan bahwa: “Semua pengadilan memeriksa dan memutus dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim, kecuali apabila undang-undang menentukan lain.” Asas hakim majelis ini dimaksudkan untuk menjamin pemeriksaan yang seobyektif mungkin, guna memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam bidang perdilan.
b.Meskipun asasnya adalah hakim majelis, namun didalam praktiknya masih banyak perkara-perkara perdata, baik declaratoir maupun contradictoir dan juga perkara-perkara pidana baik summier maupun pidana biasa diperiksa dengan hakim tunggal yang sifatnya juga sah.

Pemeriksaan dalam Dua Tingkat
a.Pemeriksaan dalam dua tingkat, yaitu: peradilan dalam tingkat pertama (original yurisdiction) dan peradilan dalam tingkat banding (apellate jurisdiction).
b.Peradilan banding disebut peradilan tingkat kedua karena cara pemeriksaannya sama seperti pengadilan ditingkat pertama. Pemeriksaan tingkat banding merupakan pemeriksaan dalam tingkat kedua dan terakhir, karena banding merupakan pemeriksaan terakhir dari segi peristiwa maupun hukumnya yang mengulangi pemeriksaan secara keseluruhan.
c.Kasasi bukanlah pemeriksaan tingkat ketiga, karena kasasi hanya memeriksa perkara dari segi penerapan hukumnya saja dan tidak lagi memeriksa
d.tentang fakta atau peristiwanya. Karena alasan-alasan yang dipakai sebagai dasar dalam pengajuan kasasi, hanyalah didasarkan pada alasan-alasan hukumnya saja.
e.Yang Dicari Kebenaran Formil
Dalam perkara perdata yang ingin dicari hakim adalah kebenaran formil, yaitu kebenaran yang hanya didasarkan atas bukti-bukti yang secara yuridis formil dapat diajukan para pihak dalam sidang pengadilan. Hakim dalam perkara perdata sifatnya pasif, yaitu hanya sekedar menerima, meninjau, dan menilai bahan-bahan yang disampaikan oleh pihak-pihak yang berperkara dan kemudian mengambil keputusan atas dasar penilaian terhadap bahan-bahan yang diajukan itu. Jadi kebenaran yang diperoleh hanya didasarkan pada formalitas hukum semata.

C.Badan Peradilan Negara
Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan Undang-undang{ Pasal 3 ayat (1) UU No.4 / 2004}”
a.Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (Pasal 2 Jo Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU No 4 Tahun 2004) “
b.Organisasi,administrasi,dan financial
a)Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah agung (Pasal 13 ayat (1) UU No.4 Tahun 2004)
b)Mahkamah Konstitusi berada di bawah kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi ( Pasa 13 ayat (2) UU No.4 Tahun 2004)
c.Skema Kekuasaan Kehakiman

D.Lingkungan Peradilan
Pada umumnya dikenal pembagian peradilan yaitu
a.Peradilan umum
Adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya,baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana
b.Peradilan khusus
Adalah mengadili perkara atau golonagn tertentu
a)Pengadilan Khusus hanya dapat di bentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan Undang-undang (Pasal 15 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 )
b)Pengadilan khusus,antara lain,adalah pengadilan anak,pengadilan niaga,pengadilan hak asasi manusia,pengadilan tindak pidana korupsi,pengadilan hubungan industrial yang berada di lingkungan peradilan umum dan perdilan pajak di lingkungan peradilan tata usaha negara( penjelasan Pasal 15 ayat (1) UU No. 4 / 2004
c.Dalam pasal 10 UU No. 4 tahun 2004 menetukan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan khusus, yaitu terdiri dari
a)Peradilan umum
b)Peradilan agama
c)Peradilan militer
d)Peradilan tata usaha Negara
d.Disamping empat lingkungan peradilan yang diatur dalam UU no. 4 tahun 2004 masih dikenal peradilan lain yaitu:
a)Peradilan perburuhan dilaksanakan oeh P4D dan P4P. Dasar hukum UU no. 22 tahun 1957,
b)Peradilan perumahan dasar hukuna dimuat dalam PP no.49 tahun 1993 dan disempurnakan dengan PP no. 55 tahun 1981 diselenggarakan oleh Kantor Urusan Perumahan tentang sewa-menyewa,
c)Peradilan pelayaran diselengarakan oleh Mahkamah Pelayaran, adapun dasar hukumnya adalah S. 1914 no. 226 tentang Tubrukan Kapal di Perairan Pedalaman, S. 1934 no. 215 tentang Ordinasi Mahkamah Pelayaran
e.Peradilan syariah Islam
a)Peradilan syariah Islam di Propinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangnan peradilan agama dan merupakan penagdilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan pengadilan umum (Pasal 15 ayat (2) UU No.4 / 2004 )
b)Pengadilan syariah Islam
Terdiri atas Mahkamah Syariah untuk tingkat pertama dan Mahkamah syariah Propinsi untuk tingkat banding ( Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 ) “

E.Kompetensi Lembaga Peradilan
a.Kompetensi / kewenangan absulut
a)Adalah merupakan Kewenangan lembaga peradilan dalam menerima, memeriksa dan mengadili serta memutus suatu perkara tertentu berdasarkan atribusi kekuasaan kehakiman yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan peradilan lain,baik dalam lingkungan badan peradilan yang sama,maupun dalam lingkungan peradilan yang berbeda.
b)Kopetensi absulut terkait dengan pertanyaan peradilan apakah yang mempunyai kopetensi atau kewenangan untuk memeriksa suatu jenis perkara tertentu. Apakah peradilan umum,peradilan agama,atau peradilan lainnya
b.Kopetensi Absolut Lingkungan Peradilan Umum
a)Kompetensi Absolut Pengadilan Negeri
1)keperdataan pada tingkat pertama ( Pasal 50 UU No.2 /1986 Jo UU No. 8 /2004)
2)Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama ( Pasal 50 UU No.2 /1986 Jo UU No.8 /2004 )
3)Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus pada tingkat pertama perkara koneksitas.
4)Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus semua perkara atau sengketa
5)Perkara Koneksitas
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer,diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum,kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer “ ( Pasal 24 UU No. 4 / 2004
b)Kompetensi Absulut Pengadilan Tinggi
1)Menerima,memeriksa,mengadili dan memutuskan perkara/sengketa perdata pada tingkat banding atas putusan pengadilan tingkat pertama ( Pasal 51 ayat (1) UU No.2 /1986 Jo UU No 8 /2004 )
2)Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus perkara pidana pada tingkat banding atas putusan pengadilan tingkat pertama ( Pasal 51 ayat (1) UU No. 2 /1986 Jo UU No.8 /2004 )
3)Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus ditingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan negeri di daerah hukumnya(menyangkut kopetensi relatif Pasal 51 Ayat (2) UU No.2 / 1986 Jo UU No.8 /2004 )
4)Menerima,memeriksa dan mengadili serta memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara /sengketa perdata secara prorogasi (Pasal 3 ayat (1),(2) UU Dar. 1 /1951 ,Pasal 128 (2) RO dan Pasal 85 RBg
c)Kompetensi Absulut Mahkamah Agung
1)mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkubngan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung (Pasal 11 ayat (2) huruf a UU No.4 /2004)
2)menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang ( Pasal 11 ayat ( 2) huruf b UU No. 4 / 2004 )
3)memeriksa,mengadili dan memutus sengketa wewenang mengadili : a. antara pengadilan di lingkungan peradilan yang satu dengan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang lain, b. antara dua pengadilan yang ada dalam derah hukum pengadilan tingkat banding yang berlainan dari lingkungan peradilan yang sama dan c. antara dua pengadilan tingkat banding di lingkungan peradilan yang sama atau antara lingkungan peradilan yang berlainan ( Pasal 33 ayat (1) UU No. 14 / 1985 )
4)Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang RI diputus oleh MA dalam tingkat pertama dan terakhir ( Pasal 33 ayat (2) UU No. 14 / 1985
5)Permohonan peninjauan kembali atas putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap ( Pasal 34 UU No.14 / 1985 ).
d)Kopetensi absulut Mahkamah Konstitusi
Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (Pasal 12 ayat (1) UU No.4 /2004 )
1)menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
2)memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ;
3)memutus pembubaran partai politik;
4)memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
5)Wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan /atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela,dan /atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan /atau wakil Presiden Pasal 12 ayat ( 2 ) UU No. 4 / 2004
e)Kompetensi Relatif
Adalah kewenangan lembaga peradilan dalam menerima, memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara tertentu berdasarkan wilayah hukum suatu pengadilan berdasar distribusi kekuasaan kehakiman. Kompetensi relative menyangkut pertanyaan ke pengadilan negeri manakah suatu perkara harus diajukan ?
Kompetensi Relative Ditemukan Pengaturannya dalam Pasal 118 HIR atau Pasal 142 RBg
1)Sebagai asas ditentukan bahwa Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat yang wenang untuk memeriksa gugatan atau tuntutan hak,asas ini disebut asas actor sequitur forum rei ( Pasal 118 ayat (1) HIR,142 ayat (1) RBg )
2)Apabila tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal atau tempat tinggalnya yang nyata tidak dikenal atau tergugat tidak dikenal,maka gugatan diajukan kepada pengadilan negeri di tempat tergugat sebenarnya tinggal (Pasal 118 ayat (1) HIR,142 ayat (1) RBg)
3)Dalam hal ada domisili pilihan maka gugatan di ajukan kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal atau domisili pilihan tersebut ( Pasal 118 ayat (4) HIR,142 ayat (4) RBg) domisili /tempat tinggal pilihan harus dibuat dengan akta oleh para pihak (Pasal 24 BW)
4)Dalam hal pihak tergugatnya lebih dari seorang dan tempat tinggalnya tidak dalam satu wilayah hukum pengadilan negeri ,maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan negeri di tempat salah satu tergugat bertempat tinggal. Penggugat dapat memilih salah satu pengadilan di wilayah hukum para tergugat bertempat tinggal (Pasal 118 ayat (2) HIR,Pasal 142 ayat (3) RBg )
5)Dalam hal tergugatnya terdiri orang-orang yang berhutang (debitur) dan penanggung,maka gugatan diajukan kepada pengadilan negeri yang meliputi wilayah hukum tempat tinggal si berhutang atau debitur (Pasal 118 ayat (2) HIR,142 ayat(2) RBg )
6)Dalam hal obyek gugatan adalah benda tetap maka gugatan diajukan ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi letak benda tetap tersebut -asas forum rei sitae ( Pasal 118 ayat (3) HIR,Pasal 142 ayat (5) RBg
7)Dalam hal tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal maupun tempat tinggal yang nyata atau apabila tergugat tidak dikenal,gugatan dapat diajukan kepada pengadilan negeri di tempat penggugat tinggal ( Pasal 118 ayat(3) HIR, 142 ayat (3) RBg) bentuk penyimpangan atas asas actor sequitur forum rei.
8)Terhadap kompetensi relatif apabila tidak ada eksepsi maka pengadilan tetap mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara yang telah diajukan oleh penggugat. Ketidak wenangan pengadilan dengan alasan melanggar kompetensi relatif harus berdasarkan adanya eksepsi dari salah satu pihak yang bersengketa (pihak tergugat). Sedangkan menyengkut kompetensi absulut ada atau tidak eksepsi hakim harus menyatakan dirinya tidak wenang

2 komentar:

rifkhi pratama mengatakan...

ijin copas mas

rifkhithebest mengatakan...

lupa, fb ku
rifkhithebest@gmail.com
saya gunakan untuk matakuliah hukum acara perdata
trima kasih
semoga mendapat balasannya sesuai keikhlasan