Senin, 02 November 2009

ETIKA PROFESI HUKUM BAGI PENEGAK HUKUM


I.PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Sistem Pemerintahan Republik Indonesia tidak terlepas dari pelaksanaan sistem-sistem di berbagai sektor lainnya yang mendukung roda pemerintahan, termasuk pula sistem hukum dan arah politik hukum dalam mencapai rencana dan tujuan bernegara. Memperhatikan UUD 1945 beserta ke-4 perubahannya dalam upaya mewujudkan masyarakat yang adil dan demokratis, pembangunan hukum memainkan peranan penting dalam menjamin dan melindungi kehidupan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Berbagai perubahan yang terjadi dalam ketatanegaraan Republik Indonesia dan perkembangan dunia global juga berpengaruh pada sistem hukum dan arah politik hukum Indonesia, perlu upaya pembenahan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Pembenahan terhadap sistem di berbagai sektor yang ada ditujukan bagi upaya perbaikan dengan tetap berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945. Arah politik hukum yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia terfokus pada profesionalisme para penegak hukum, ketaatan kode etik profesi hukum, rendahnya kualitas para penegak hukum, penyalah gunaan profesi dan upaya pemberantasan korupsi. Mengingat permasalahan diatas sangat merugikan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Penegakan hukum merupakan salah satu agenda reformasi yang sudah 10 tahun berjalan. Apakah penegakan hukum yang diharapkan oleh masyarakat itu telah tercapai? Untuk menjawab pertanyaan ini, masyarakat mungkin memiliki tanggapan yang beragam. Ada yang menjawab belum, lebih buruk, ada sedikit kemajuan, atau mungkin ada juga yang menilai sudah lebih baik. Masing-masing jawaban tersebut merupakan out put dari kinerja aparat penegak hukum yang langsung dirasakan oleh setiap anggota masyarakat dalam aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan hukum. Misalnya saat razia kendaraan, pembuatan SIM, pemeriksaan di Kepolisian, Kejaksaan, sidang pengadilan dan lain-lain. Artinya penilaian terhadap ada tidaknya reformasi hukum, salah satu indikatornya dapat dilihat dari penilaian setiap orang ketika ia terlibat aktivitas hukum yang tentunya melibatkan aparat penegak hukum. Apabila dalam aktivitas hukum tersebut justru keluar dari jalur hukum, seperti adanya suap menyuap, pungli, tebang pilih, atau KUHP yang dipelesetkan menjadi Kasih Uang Habis Perkara, dan lain-lain, maka tidak salah apabila penilaian negatif diberikan terhadap kinerja aparat penegakan hukum. Padahal yang melakukannya hanyalah oknum tertentu saja dari sekian banyak aparat penegak hukum, namun berakibat pada citra buruk aparat penegak hukum secara keseluruhan.
Pada beberapa kasus kejahatan, seperti illegal logging, peredaran narkoba, dan terakhir kasus perjudian, ada yang dilindungi, bahkan dimiliki langsung oleh oknum aparat penegak hukum. Kemudian adanya dugaan suap dari tersangka atau terdakwa, yang diterima atau malah diminta oknum penegak hukum agar perkaranya tidak diperiksa atau dapat segera ditutup. Dalam sidang ada sepatu terdakwa yang melayang ke meja Hakim atau Jaksa. Adanya pengerahan massa di pengadilan karena keputusan hakim yang dinilai tidak adil, dan terungkapnya komunikasi Artalyta dengan petinggi Kejaksaan Agung, bahkan juga diduga menyeret oknum hakim di Mahkamah Agung. Kesemunya itu merupakan indikasi adanya mafia peradilan dan semakin turunnya kualitas dalam upaya reformasi hukum.










II.RUMUSAN MASALAH

B.KAJIAN MASALAH
Dilihat dari uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang diungkapkan lebih lanjut dalam penulisan ini adalah bagaimanakah peranan pentingnya kode etik profesi hukum bagi para penegak hukum?
C.RUANG LINGKUP PENULISAN
Kajian penulisan makalah ini akan difokuskan pada pembahasan secara umum mengenai peranan pentinnya kode etik profesi hukum dalam mewujudkan sistem hukum dan arah politik hukum dalam mencapai rencana dan tujuan bernegara serta upaya mewujudkan masyarakat yang adil, makmur sejahtera, aman, tentram dan demokratis.













III.PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN
Profesi, per-definisi, adalah pekerjaan yang mutlak memenuhi minimal 3 (tiga) persyaratan. Pertama, dibutuhkan pendidikan atau pelatihan khusus untuk menjalankan pekerjaan tsb. Kedua, ada kode etik tertulis untuk menjalankan pekerjaan tsb. Ketiga, antara mereka dibentuk suatu komunitas dengan macam-macam nama: organisasi, persatuan, asosiasi, ikatan, himpunan dan lain sebagainya. Komunitas inilah yang menyusun kode etik, sekaligus berfungsi pokok untuk mengawasi pelaksanaannya serta menjatuhkan sanksi terhadap setiap anggota yang terbukti melakukan pelanggaran..
Beberapa pekerjaan yang diakui sebagai profesi hukum meliputi polisi, jaksa, hakim, advokad, notaris dan lain-lain, yang kesemuanya menjalankan aktivitas hukum dan menjadi objek yang dinilai oleh masyarakat tentang baik buruknya upaya penegakan hukum, walaupun faktor kesadaran hukum masyarakat sebenarnya juga sangat menentukan dalam upaya tersebut. Berikut ini beberapa kode etik profesi hukum, yang apabila dipatuhi dan ditegakkan dapat menjadi upaya preventif keterlibatan aparat penegak hukum dalam kasus kejahatan dan lingkaran mafia peradilan
Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh sekelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata masyarakat. Pelanggaran kode etik profesi adalah penyelewengan / penyimpangan terhadap norma yang ditetapkan dan diterima oleh sekelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata masyarakat.
Manusia merupakan mahluk ciptaan tuhan yang paling sempurna bahkan manusia dibekali sikap mengenai pengetahuan dan perilaku mana yang baik dan mana yang jahat dari hukum kodrat, yang dapat digali melalui akal budi, dalam kerangka teori hukum kodrat, orang bijaksana akan hidup dengan baik. Sikap demikianlah yang paling membahagiakan yang dikehendaki Tuhan Sang Pencipta. Demikan juga dengan kondisi yang sebenarnya, pejabat maupun pemegang profesi hukum pada umumnya mengerti dengan baik norma hukum. Mereka sangat paham atas nilai yang harus dijunjung tinggi. Sayang, kemampuan mereka hanya terbatas pada taraf mengerti dan memahami, bukan pada implementasi suara hatinya yang mungkin sudah keliru dan tumpul. Tujuan etika hukum kodrat tidak lain adalah penyempurnaan diri manusia untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Rasionalisasinya adalah, hidup dengan tujuan etis seperti itu merupakan pilihan guna mengembangkan dan membahagiakan kehidupan bersama sebagai bangsa. Etika hukum seperti itu terbuka bagi siapa saja, melintasi suku, bangsa, agama, dan aliran ideologi. Sikap untuk mengembangkan potensi dan menyempurnakan diri secara utuh, Bahkan dalam kehidupan pribadi manusia didasari dengan beberapa kaedah agar bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, diantaranya kaedah kepercayaan atau keagamaan yaitu yang ditujukan kepada kehidupan beriman dan kewajiban yang ditujukan kejiwaan manusia kepada tuhan dan pada dirinya sendiri dalam ajaran ini memberi penjelasan bahwa tuhan selalu mengetahui segala tingkah laku manusia. Denagn begitu diharapkan manusia akan takut apabila melakukan kesalahan.

B.KETENTUAN KODE ETIK PROFESI HUKUM
Berkaca dari beberapa kasus hukum yang melibatkan oknum aparat penegak hukum, yang seyogyanya menegakkan hukum justru melanggar hukum, ada beberapa faktor yang mempengaruhi, mulai dari turunnya integritas moral, hilangnya independensi, adanya tuntutan ekonomi, minimnya penghasilan, lemahnya pengawasan, sampai dengan ketidakpatuhan terhadap kode etik profesi hukum yang mengikatnya.
Salah satu faktor penyebab adanya mafia peradilan adalah semakin hilang, bahkan tidak bermaknanya lagi sebuah kode etik profesi hukum, yang seharusnya menjadi pedoman dalam berprofesi yang menuntut adanya pertanggung jawaban moral kepada Tuhan, diri sendiri dan masyarakat. Bertenns menyatakan, kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu dimasyarakat. Apa fungsi kode etik profesi ? Sumaryono mengemukakan tiga fungsi, yaitu sebagai sarana kontrol sosial, sebagai pencegah campur tangan pihak lain, dan sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik. Berdasarkan pengertian dan fungsinya tersebut, jelas bahwa kode etik profesi merupakan suatu pedoman untuk menjalankan profesi dalam rangka menjaga mutu moral dari profesi itu sendiri, sekaligus untuk menjaga kualitas dan independensi serta pandangan masyarakat terhadap profesi tersebut, termasuk juga terhadap profesi hukum.
Dalam kode etik kepolisian, salah satunya disebutkan bahwa setiap anggota Polri harus ”menjauhkan diri dari perbuatan dan sikap tercela, serta mempelopori setiap tindakan mengatasi kesulitan masyarakat sekelilingnya”. Disamping itu, setiap insan Polri juga diharapkan ”mampu mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan penyalahgunaan wewenang”.
Sementara dalam korps Adhyaksa, diantaranya jaksa dilarang menerima atau meminta hadiah dan tidak boleh menggunakan jabatan dan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan pihak lain, termasuk dalam merekayasa fakta hukum dalam penanganan perkara. Dalam kode etik hakim juga diatur beberapa larangan, seperti dilarang melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan sedang ditangani. Kemudian dilarang juga untuk menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara.
Advokad merupakan profesi yang memberikan jasa hukum, baik di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan, yang kinerjanya juga mempengaruhi bagaimana kualitas penegakan hukum. Kode etik advokad, khususnya dalam hubungan dengan klien, diantaranya advokad/penasihat hukum tidak dibenarkan memberi keterangan yang dapat menyesatkan klien atau menjamin perkara kliennya akan menang. Begitu pula dengan Notaris, sebagai salah satu profesi hukum juga memiliki kode etik profesi dalam menjalankan profesinya, karena notaris juga ikut serta dalam pembangunan nasional, khususnya dibidang hukum. Dalam kode etiknya diatur bahwa notaris dalam menjalankan tugas jabatannya menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur, tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Apabila kita amati beberapa ketentuan dalam kode etik profesi hukum tersebut, kesemuanya mewajibkan agar setiap profesi hukum itu dijalankan sesuai dengan jalur hukum dan tidak ada penyalah gunaan wewenang. namun demikian, dalam prakteknya, kode etik profesi hukum yang mengandung pertanggung jawaban moral untuk menjaga martabat profesi, kini banyak dilanggar. oleh karena itu perlu ada reformasi internal aparat penegak hukum secara konsisten, profesional dan berkelanjutan berkaitan dengan penegakan etika profesi hukum.
C.PENYEBAB PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI HUKUM
Telah diterangkan diatas, salah satu faktor penyebab adanya mafia peradilan adalah semakin hilang, bahkan tidak bermaknanya lagi sebuah kode etik profesi hukum, yang seharusnya menjadi pedoman dalam berprofesi yang menuntut adanya pertanggung jawaban moral kepada Tuhan, diri sendiri dan masyarakat diantaranya;
1)Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dri masyarakat,
2)Organisasi profesi tidak di lengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan,
3)Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri,
4)Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya,
5)Tidak adanya kesadaran etis dan moralitas diantara para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya.

D.UPAYA YANG MUNGKIN DILAKUKAN
Adapun upaya yang diharapkan untuk menghindari pelanggaran kode etik:
1)Secara Umum
a)Meningkatkan professionalisme para penegak hukum, dengan melakukan pelatihan dan bimbingan berupa ;
a.Kursus
b.Latihan
c.Pendidikan sesuai jurusannya masing-masing.

b)Memberikan sanksi yang seberat-beratnya bagi yang melanggar,
a.Polisi – dikeluarkannya dari kesatuannya
b.Jaksa – member Reward
c.Advokat – dicabutnya izin praktek
d.Hakim – diskors atau diberhentikan dari jabatanya, dll
c)Merubah system pemerintahan melalui regenerasi instansi
d)Membuat undang-undang yang mengatur pelanggaran kode etik,
e)melakukan evaluasi ditiap tahapan pelaksanaan kinerja ditiap-tiap kelembagaan,
a.Audit Internal
Yaitu pemeriksaan keuangan, keorganisasian, kelembagaan, kepemimpinan.
b.Audit Eksternal
Yaitu pemeriksaan kinerja para penegak hukm diluar instansi yang mereka naungi, profesionaloisme kenerjanya, penerapan kode etik.
f)Membuat struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja,
g)Menyediakan garis batas tata nilai yang bisa dijadikan acuan para profesional untuk menyelesaikan dilematik etika yang dihadapi saat menjalankan fungsi pengembanan profesinya sehari-hari (pengawasan). Malalui laporan secara berkala baik secara lesan dan tulisan.
2)Sesuai tujuan dibentuknya Kode Etika
a)Menjaga dan meningkatkan kualitas moral;
b)Menjaga dan mengingkatkan kualitas keterampilan teknis; dan
c)Melindungi kesejahteraan materiil dari para pengemban profesi.
3)Sesuai dengan tujuan didirikannya Fakultas Hukum
Yaitu dengan melakukan peningkatan pendidikan dan sumber daya Insani;
a)Meningkatkan dan menanamkan Ahlak Mulia dan bertanggung jawab menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran agama Islam,
b)Meningkatkan dan menanamkan sifat profesionalisme dibidang ilmu hukum dengan semangat pengabdian dan pelayanan berdasarkan moral,
c) Meningkatkan dan menanamkan sifat kreatif, inovatif, dalam didunia kerja serta relevan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
4)Contoh
Salah satu contohnya adalah bahwa pengadilan saat ini tidak lagi berperan sebagai ruang “sakral” di mana keadilan dan kebenaran diperjuangkan, tapi telah berubah menjadi pasar yang menjadi mekanisme penawaran dan permintaan sebagai dasar putusannya. Sedangkan persoalan dan perkara hukum menjadi komoditinya dan keadilan masyarakat serta martabat kemanusiaan menjadi taruhan utamanya.
Dalam perspektif semacam itu, tiga kondisi hukum di ataslah yakni; Mempersiapkan, Menyesuaikan, Menanggulangi, yang pada gilirannya kembali mencuat ke permukaan menjadi perdebatan dan diskusi mengenai kebutuhan akan etika, standar dan tanggung jawab sebagai nilai-nilai pokok yang akan mendukung dan menjamin keberlanjutan terselenggaranya proses pencarian keadilan yang sehat.
Faktor lain yang ikut menuntut mencuatnya debat tersebut berada di sisi masyarakat yang dari waktu ke waktu semakin tergantung kepada keahlian dan keterampilan dari sekelompok orang yang disebut kaum profesional. Kondisi ketergantungan tersebut pada akhirnya menempatkan etika profesi sebagai salah satu sarana kontrol masyarakat terhadap profesi, yang dalam hal tertentu masih dapat dinilai melalui parameter etika umum yang ada di dalam masyarakat.

E.SANKSI
Disetiap provesi hukum memiliki sanksi sesuai yang diatur dalam UUD 1945, KUHP, KUHPer, KUHAP, KUHAPer disamping itu setiap provesi hukum memiliki undang-undang sendiri-sendiri jadi setiap provesi hukum memiliki sanksi-sanksi sendiri pula sesuai yang diatur dalam undang-undang yang membawahinya, begitu pula provesi advokat juga tidak memiliki kode etik yang benar-benar mengikat bahkan sanksi tersebut hanya berupa teguran, peringatan, peringatan keras, pemberhentian sementara untuk waktu tertentu, pemberhentian selamanya dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi. Masing-masing sanksi ditentukan oleh berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh penegak hukum dan sifat pengulangan pelanggarannya yang sesuai dengan subtansinya masing-masing.

IV.KESIMPULAN
Berkaca dari beberapa kasus hukum yang melibatkan oknum aparat penegak hukum, yang seyogyanya menegakkan hukum justru melanggar hukum, ada beberapa faktor yang mempengaruhi, mulai dari turunnya integritas moral, hilangnya independensi, adanya tuntutan ekonomi, minimnya penghasilan, lemahnya pengawasan, sampai dengan ketidak patuhan terhadap kode etik profesi hukum yang mengikatnya. Namun, bila dilihat dari sudut pandang lain, kelemahan substansi kode etik bukan berasal dari tidak adanya sanksi lebih pada ketidak mampuan norma-norma dalam kode etik tersebut untuk menimbulkan kepatuhan pada penegak hukum dan subtansinya. Bahkan dalam kode etik sebenarnya ada bagian khusus yang memuat pengaturan mengenai sanksi-sanksi yang dapat diberikan kepada penegak hukum yang melanggar kode etik, yaitu antara lain berupa teguran, peringatan, peringatan keras, pemberhentian sementara untuk waktu tertentu, pemberhentian selamanya dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi. Masing-masing sanksi ditentukan oleh berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh para penegak hukum dan sifat pengulangan pelanggarannya.
Tentunya sebagian kecil pelanggar etika moral profesi ada di semua bidang, termasuk dokter, guru, atau dosen sehingga hal itu tidak cukup mewakili profesi-profesi itu secara keseluruhan. untuk itu, kritik terhadap para penegak hukum hendaknya disampaikan tidak dengan cara melakukan main hakim sendiri tanpa dasar yang jelas, melainkan dengan cara dan norma yang santun dan mendidik, dengan demikian yang seharusnya dianalisis adalah apakah muatan dalam kode etik para penegak hukum yang ada sekarang ini memang tidak menyediakan secara memadai kebutuhan akan nilai-nilai profesi yang mampu memantapkan fungsi dan peran penegak hukum di dalam sistem hukum dan interaksinya dengan masyarakat. Faktor lain yang menentukan efektivitas penegakan hukum dan kode etik adalah budaya penegak hukum dalam memandang dan menyikapi kode etik yang diberlakukan terhadapnya. Budaya solidaritas kelompok disinyalir merupakan salah satu penghambat utama dari tidak berhasilnya kode etik ditegakkan secara efektif. Solidaritas itu sendiri bermakna luas sebagai semangat untuk membela kelompok atau korpsnya. Selain semangat membela kelompok, ada faktor perilaku penegak hukum yang dipandang lebih menonjol ketika ia menemukan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh teman sejawatnya atau oleh aparat penegak hukum lainnya, yakni budaya skeptic (acuh tak acuh). Kecenderungan untuk berperilaku tidak acuh tampak jelas. Hal ini disebabkan karena berkembangnya ketidak percayaan terhadap sistem peradilan yang sudah sangat korup dan rasa segan untuk bertindak secara individual dalam tekanan suatu komunitas yang justru seringkali bergantung pada rusaknya sistem peradilan itu sendiri. akibatnya para penegak hukum cenderung untuk berpraktek di luar pengadilan, luar subtansinya dan/atau membentuk kelompoknya sendiri.
Maka diperlukannya suatu aturan yang mengatur secara tegas dan suatu tindakan secara nyata dan tidak tebang pilih. Begitu juga diperlukannya pembentukan generasi penerus dengan pemahaman mengenai kode etik profesi hukum dan pentingnya kode etik profesi hukum, dengan begitu baru bisa terciptanya penegak hukum yang sesuai dengan kode etik provesi hukum dan visi misi dibentuknya suatu sekolah bebasis hukum.
















DAFTAR PUSTAKA

Wibe-side
1)http://www.berpolitik.com/static/myposting/2008/07/myposting_14157.html
2)http://jodisantoso.blogspot.com/2007/03/penyalahgunaan-wewenang dalam.html
3)http://anggara.org/2006/06/14/dimensi-moral-profesi-advokat-dan-pekerja-bantuan-hukum/
4)http://lppm.ugm.ac.id/repo/Panduan-Penulisan-Proposal-S3.pdf
5)http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/20080525011125Mulyadi%20Lubis05914005.pdf
6)http://books.google.co.id/books?id=Z4FE49Z_jIC&pg=PA77&lpg=PA77&dq=profesi+hukum+menjadi+bisnis+hukum&source=bl&ots=7FjLwqYP99&sig=TdkoMja8VM1yWmDy0ppSi_e2nhg&hl=id&ei=eun7SYXWKMyAkQXX5PXxBA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=5
Buku
1)Sudikno. 2003. Mengenal hukum suatu pengantar; liberty Yogyakarta
2)Pedoman akademik Universitas Ahmad Dahlan 2008 / 2009

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Yang menjadi pertanyaan yang paling mendasar adalah sudahkah ETIKA PROFESI HUKUM BAGI PENEGAK HUKUM sudah menjalankan tugasnya? karena ketegasan hukum di Indonesia masih sering dipertanyakan